Tak Apa Belum Sembuh

Kelisyum
Chapter #3

Peluk Dirimu Sebelum Dunia Memelukmu

Pagi pertama di rumah nenek tidak seperti pagi di kota. Di sini, udara terasa lebih lambat, lebih tenang. Tidak ada deru kendaraan atau notifikasi yang memanggil-manggil. Yang terdengar hanya suara ayam, gemerisik angin, dan panggilan nenek dari dapur, “Sarapan dulu, Nduk.”

Aku melangkah pelan, masih dengan kepala penuh awan. Duduk di meja kayu yang dikelilingi kenangan masa kecil. Ada wajan bau bawang goreng, teh hangat, dan suara radio yang mengalun samar. Tak ada yang menuntutku bicara. Dan itu membuatku lebih nyaman. Aroma nasi hangat dan tempe goreng membawa nostalgia yang anehnya membuatku ingin menangis.

Setelah makan, aku duduk di ayunan kecil dekat pohon jambu. Di tangan, buku harian. Tapi kali ini, aku tak langsung menulis. Aku hanya mengusap sampulnya, menatap halaman kosong yang entah kenapa terasa berat sekali untuk diisi.

Aku mengingat masa-masa dulu. Saat aku bisa tertawa lepas, bercerita panjang tanpa takut dianggap lemah. Tapi semua itu seperti menguap sejak aku dewasa. Dunia mulai bicara tentang produktivitas, pencapaian, dan kekuatan yang ditakar dari seberapa banyak kita bisa menahan tangis.

“Kalau kamu sendiri tidak memeluk hatimu, siapa lagi?” suara nenek tiba-tiba datang dari belakang. Ia duduk di sebelahku, sambil menyulam kain yang benangnya mulai pudar. Tangannya bergerak pelan, tapi hatinya seperti selalu tahu kapan harus bicara.

Lihat selengkapnya