Rumah di Balik Pabrik
Mereka terus berjalan menuju rumah yang dikatakan oleh Sempa. Terlihat dari kejauhan ada satu rumah yang berdiri di antara semak belukar yang menutupi semua sisi kecuali pada posisi mereka berdiri saat ini, belakang pabrik. Mereka semakin dekat dengan rumah itu. Dersik pintu terbuka lebar. Bisma dan Jaka heran mengapa pintu rumah itu dapat terbuka sendiri.
"Bagaimana itu terjadi, Sempa?" tanya Bisma. Sempa mengeluarkan sebuah remote kecil. "Ini alat yang membuat pintu itu terbuka dengan sendiri."
"Wow. Teknologi! Canggih." Jaka takjub dengan alat itu.
"Ayo kita masuk. Ada banyak hal yang harus kita diskusikan di dalam sana."
Bisma dan Jaka mengangguk pelan. Mereka memasuki rumah itu. Rumah lantai satu minimalis. Di dalamnya terdapat sofa panjang untuk menonton televisi yang ada di depannya. Rumah itu menggunakan lampu tempel dinding. Berbeda dengan sebagian besar rumah di kampung Damai Asri yang masih menggunakan pencahayaan dari obor dan lampu kuning. Walaupun itu masih satu pulau, entah mengapa rumah ini seperti ada budaya dari masa depan yang di serap, yang menjadikannya seperti rumah mewah walaupun minimalis. Terdapat rak buku yang tingginya hampir sama dengan mereka bertiga. Jaka melihat sekelilingnya. Namun sepertinya ia tak melihat ada tanda-tanda kehidupan di dalam rumah itu selain mereka bertiga. Jaka langsung menanyakannya kepada Sempa.
"Bukannya tadi kau bilang ada temanmu dan beberapa orang di rumah ini, Sempa?" Jaka bertanya sambil terus melihat sudut-sudut yang berada di rumah itu.
"Memang ada tapi bukan di sini. Kau ingin melihatnya sekarang?" Sempa bertanya balik kepada Jaka.
Jaka mengangguk pelan. Sempa mulai berjalan ke arah satu-satunya kamar yang berada di rumah itu yang langsung disusul oleh Bisma dan Jaka. Kamar itu berisi satu tempat tidur untuk dua orang dan satu lampu tidur. Sempa mulai mendekati tempat tidur itu dan mengambil sesuatu yang ada berada di balik bantal. Ia mengambil remote lebih kecil dibandingkan remote yang ia gunakan untuk membuka pintu.
"Alat itu lagi? Apa semua di ruangan ini membutuhkan remote untuk membukanya?" Jaka bertanya keheranan.
"Tidak semua kawan, hanya pintu rumah dan satu ruangan di bawah tempat tidur ini. Sedangkan ruangan lain menggunakan sidik jari penghuni rumah."
Jaka menatap Bisma begitupun sebaliknya—keheranan dengan kondisi di dalam rumah itu. Bagaimana bisa ada ruangan lagi di dalam rumah itu yang hanya bisa diakses menggunakan remote. Dan anehnya ruangan itu berada di bawah tempat tidur. Sempa mulai salah satu tombol pada alat itu. Perlahan tempat tidur itu mulai tergeser ke samping. Tepat di bawah tempat tidur itu, lantainya mulai terbuka, berubah menjadi tangga menuju ke bawah. Bisma dan Jaka hanya menggelengkan kepalanya saja. Baru pertama kali mereka melihatnya di hadapannya. Walaupun Bisma pernah tinggal lama di kota, ia belum pernah menemui sesuatu yang sangat modern seperti ini. Sempa mengangguk dan tersenyum tipis—memberi kode untuk mereka turun.
"Aku akan menunjukkan sesuatu kepada kalian di bawah sana."