Tak Kunjung Penantian

muhamad Rifki
Chapter #12

Bab 11—Sebuah Peta Perjalanan

Sebuah Peta Perjalanan

Sempa mulai mengambil alat tulis dan papan tulis yang berada di pojokan ruangan itu. Ia mengambilnya dan mendekati posisinya agar semua dapat melihatnya secara jelas. Sempa mulai menggambar sebuah bangunan pabrik besar di tengah kota. Tak jauh dari pabrik itu, Sempa mulai menggambar sebuah rumah mewah. Rumah megah dengan taman kecil yang berada di belakang halaman rumah itu.

Ia juga menggambarkan ada banyak sekali orang pada di sekeliling rumah itu. Yang lain fokus melihat ke arah papan yang sudah terisi penuh oleh goresan yang telah dibentuk oleh Sempa.

"Ini adalah pabrik kayu milik Yandi yang kini dikelola oleh anaknya, Arda. Dan rumah yang tak jauh dari pabrik itu adalah rumah miliknya. Banyak sekali penjaga yang menjadi perisai rumah mewah itu." Sempa menjelaskan sejelas mungkin.

"Kita akan pergi menggunakan pesawat milik Gandi. Kita akan mendarat tepat di kota Amsterdam. Setelah itu kita akan menaiki kereta untuk transit ke kota Middleburg. Di sana kita akan menyewa rumah untuk sementara waktu sambil menunggu pesta itu akan dimulai."

"Aku, Gandi, Gusto, Bisma, Jaka, Wawan dan yang lainnya. Kita bukan individual yang mementingkan tujuan utama kita. Kita adalah sebuah tim yang pergi bersama-sama untuk mencari tujuan utama, yaitu jawaban." Sempa berkata lantang—bagai pemimpin pada upacara besar.

Yang lain mengangguk tegas, tak ada satu pun yang memotong pembicaraan dari Sempa. Semuanya mendengarkan, memahami, dan sepakat atas pernyataan dari Sempa. Sempa menghapus gambar yang ia sudah jelaskan tadi. Lalu ia menggambar sesuatu yang baru lagi. Tak lama baginya untuk menggambar sesuatu yang akan dijelaskan, goresannya sudah memenuhi papan tulisnya. 

"Kenapa kalian masih memperhatikanku?" Sempa bertanya kepada semua orang yang ada di dalam ruangan itu. 

"Bukankah kau ingin menjelaskan sesuatu hal lagi kepada kami?" Bisma balas bertanya.

"Ah sudahlah, aku bingung. Aku hanya menggambar yang ada di dalam isi kepala ku saja." 

Mendengar itu, Bisma dan yang lainnya hanya menarik napasnya saja melihat Sempa. Mereka akui Sempa tadi keren. Cara ia bicara sangat berwibawa sekali. Namun mengapa ia tiba-tiba mudah sekali keluar dari topik pembicaraan? Entahlah, mungkin sudah tak ada lagi hal yang perlu dijelaskan lagi oleh Sempa kepada orang yang ada di dalam ruangan itu. Sempa dan Gandi adalah dua tipe orang yang sama. Mereka adalah orang yang serius terhadap sesuatu hal. Namun, waktu untuk mereka serius itu hanya singkat sekali. Mereka terkadang mengeluarkan celotehan dan tingkah laku yang aneh untuk membuat suasana lebih rileks. Lalu sifat serius itu berubah drastis menjadi santai dan gembira. Aneh, ya memang seperti itu perilaku mereka. Namun, mereka tak pernah lari dari sesuatu yang akan dihadapi. Bahkan mereka siap maju selangkah lebih depan untuk melindungi rekannya.

"Lupakan dongeng Sempa hari ini, kawan. Apa kalian tidak lapar? Perutku sepertinya sudah memberikan sinyal sedari Sempa memulai menuangkan imajinasinya." Gandi tiba-tiba berseru di dalam ruangan itu.

Mendengar itu, Gusto sepertinya tahu apa yang harus ia lakukan selanjutnya menghadapi Gandi dan Sempat yang sudah mulai aneh.

"Ayo bubar dari sini! Bisma, Jaka. Kalian istirahat di atas saja. Tak perlu lagi kalian layani lagi perkataan Gandi atau pun tingkahnya Sempa." Gusto menyuruh semua orang untuk bubar dari ruangan itu terutama Bisma dan Jaka.

Lihat selengkapnya