Sabotase Dan Penyanderaan
Tim pertama sepakat menyusuri ke arah utara terlebih dahulu. Ada beberapa tempat parkir pesawat dan beberapa gedung operasi bandara. Mereka masuki tempat itu. Dengan sangat amat teliti, mereka memeriksa sudut-sudut pada tempat itu agar tak ada satu pun hal yang terlewatkan. Namun sama saja seperti pertama kali mereka tiba di bandara, nihil. Tak ada satu pun tanda-tanda kehidupan yang terlihat.
"Masih ada satu lagi. Mungkin ada petunjuk di arah timur," ujar Sempa.
Mereka pun langsung bergegas lagi menuju ke arah barat. Kini tempat itu berbeda. Tak ada lagi gedung operasi bandara. Hanya ada beberapa tempat parkir pesawat dan satu bangunan kecil satu pintu. Mereka kembali memeriksa semua tempat itu. Menyisakan tempat terakhir yang belum diperiksa, bangunan kecil satu pintu itu. Saat ingin dibuka gagang pintu itu, tak dapat terbuka. Ternyata pintu itu terkunci rapat.
"Terkunci. Kalian semua mundur!" Jaka berseru sambil mengambil aba-aba—semuanya langsung mundur menjauh dari Jaka. "Aku akan memaksa pintu ini agar dapat terbuka."
Jaka berlari dan ia melompat terbang menendang pintu itu. Tak butuh beberapa kali percobaan, hanya satu kali tendangan sudah cukup untuk membuka pintu itu. Yang lain hanya terdiam saja melihat aksi dari Jaka. Mereka langsung mendekati bangunan itu dan beberapa ada yang ikut masuk bersama Jaka yang sudah masuk lebih dulu setelah menendang kencang pintu itu. Alangkah terkejutnya mereka ketika di dalam ternyata terlihat dua orang yang mengenakan pakaian pilot yang sedang terduduk lemas. Tangan dan kakinya terikat, mulutnya ditutup oleh kain. Jaka yang melihat itu segera melepaskan kedua orang itu.
"Siapa yang membuat kalian seperti ini?" tanya Jaka—mengeluarkan botol minum yang ada di tasnya.
"Kami tak mengenalinya. Hanya sepasang mata orang itu saja yang terlihat. Selebihnya tertutup rapat oleh pakaian serba hitam." Salah satu dari mereka menjawab lemas.
"Apakah masih ada orang di tempat ini yang bernasib seperti kalian?" Jaka kembali bertanya.
"Ada. Tetapi aku tak tahu sama sekali bagaimana nasib mereka di sana."
Mereka langsung membawa keluar kedua orang berseragam pilot itu. "Kejadiannya begitu cepat. Dan orang-orang yang melakukan ini sepertinya bukan orang sembarangan." Gusto mencoba menerka-nerka. "Coba kalian ingat perkataan Gandi tadi yang dihubungi seseorang yang berasal dari bandara ini. Itu kan membuktikan bahwa kejadiannya sangat cepat."
"Aku sepemikiran denganmu." Bisma mempunyai perasaan yang sama dengan Gusto. "Mereka sudah terlatih melalukan dengan waktu yang tak masuk akal."
Gusto mengangguk—membenarkan semua pernyataan dari Bisma.