Tak Pernah Ada 1999

Maveera
Chapter #2

Kasus Alea

“Selamat pagi, Sayang!” Rana setengah berteriak menjawab sapaan sang kekasih sambil melepas beberapa rol plastik dari rambutnya. Wajah cantiknya terus menyunggingkan senyum yang membuat kedua pipinya terangkat. Debaran di dadanya masih belum terhenti, menemani kalimat lamaran dari Asep yang masih terus terngiang di telinganya.

“Suaramu terdengar sangat bersemangat.” Suara berat di seberang telepon itu selalu menjadi pengisi daya yang sangat kuat untuk Rana.

“Tentu saja, aku merasa seperti seorang Psikolog betulan.”

“Kamu, kan, memang akan mencapai tahapan itu nanti.”

“Ya. Doakan aku, ya.” Rana kembali tersenyum sambil memasukkan barang-barang pribadinya ke dalam sebuah tas ransel berbahan kulit sintetis. Ia terus berjalan kesana kemari hingga kabel telepon tertarik dan akhirnya terjatuh. Buru-buru ia kembali meletakkan telepon itu ke posisinya semula.

“Hati-hati, ya, Sayang. Nanti siang aku akan menjemputmu.”

Rana menganggukkan kepala, sebelum menyadari bahwa Asep tidak akan bisa melihatnya. Ia lantas mengembalikan gagang telepon ke tempatnya, masih dengan hati yang berbunga-bunga. Tidak henti-hentinya ia berterima kasih pada Tuhan karena telah mendatangkan Asep yang kini melengkapi hidupnya. Hampir tidak pernah ada pertengkaran yang berarti di antara dirinya dan sang kekasih. Keduanya selalu saling memahami dan mendukung satu sama lain. Hal itu sangatlah cukup untuknya.

***

“Sepertinya Neng harus turun di sini. Maaf, ya, Neng.” Sopir angkutan kota berbalik dan mengangguk kepada Rana dan dua orang penumpang lainnya. Wajah lelahnya terlihat semakin merengut oleh perasaan bersalah.

“Lho, kenapa, Pak?” Rana bertanya sambil melihat ke luar.

“Sepertinya ada demo, Neng. Angkot tidak bisa lewat ke arah jalan Gasibu.” Sopir angkot yang telah berusia lanjut itu terus menganggukkan kepalanya.

“Oh, ya, sudah. Tidak apa-apa, Pak.”

Ini hal yang tidak bisa dihindari, sehingga Rana dan dua penumpang lainnya turun tanpa kembali bertanya atau mengajukan protes. Sang sopir angkot menolak uang yang disodorkan Rana, tetapi Rana merasa tidak tega. Biar bagaimanapun, sopir angkot yang baik hati itu sudah mengantar hampir dua pertiga perjalanan. Pria yang terlihat berusia sama dengan ayah Rana itu pun mengucapkan terima kasih setelah Rana memaksanya menerima selembar uang lima ribuan dari tangannya.

Lalu lintas saat itu memang terlihat lebih ramai dari biasanya, hingga sedetik kemudian Rana terpaksa menutup kedua telinga dengan tangannya karena merasa tidak nyaman dengan suara bising. Tampak rombongan mahasiswa yang mengendarai kendaraan bermotor roda dua dengan sengaja membunyikan klakson dengan kencang.

Dari jaket almamater yang mereka kenakan, Rana tahu bahwa mereka berasal dari tiga kampus besar yang ada di kotanya. Sudah beberapa hari media massa terus memberitakan tentang demonstrasi mahasiswa yang terjadi di berbagai kota, dan akhirnya hari ini Rana menyaksikan sendiri para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi bergabung menyampaikan aspirasi mereka.

Sesungguhnya pagi tadi ada rasa ragu yang menyeruak di hati gadis itu setelah ia mengalami beberapa kemalangan kecil yang cukup mengganggunya. Dimulai dari rambut indahnya yang tiba-tiba dipenuhi pasir dan debu, setelah langit-langit kamarnya yang terbuat dari tripleks tiba-tiba menganga diterjang kucing tetangga yang lantas terjatuh di samping gadis itu. Rana terkejut dan spontan berteriak, tetapi ia membiarkan makhluk berbulu yang tidak tahu apa-apa itu berlalu meninggalkan kamarnya melalui jendela.

Tadi pagi Rana sampai harus dua kali mandi dan mencuci rambutnya berkali-kali. Sayangnya, ia bisa merasakan rambutnya yang semula bersih kini terkena asap dan debu jalanan. Tampaknya ia harus bersiap menghadapi situasi seperti ini setiap hari. Udara kota Bandung tidak lagi sesejuk saat ia masih duduk di bangku SMP. Bisa ia rasakan dadanya sesak karena terus menghirup udara yang tidak baik untuk tubuhnya.

Tidak lama kemudian, gadis itu tiba di depan sebuah rumah dengan desain zaman Belanda. Rumah itu terlihat sangat kokoh, dengan jendela-jendela berukuran sangat besar menyerupai pintu, serta tanaman rambat yang dibiarkan memanjang melewatinya. Rana membunyikan bel dan menunggu beberapa saat.

Lihat selengkapnya