Tak Sambat

Nuel Lubis
Chapter #8

Ngendap ing Istora Senayan

"Don't worry too much. God doesn't promise the sky will always be blue, but He promises to always be with you who rely on Him."

Akhirnya hari ini Arik tidak perlu menemani ayahnya. Bukan, bukan karena Pak Andi mendadak berubah pikiran. Hari ini memang rencananya Arik harus menemani Pak Andi untuk menyelesaikan urusan terkait pembentukan PT SSS tersebut (lihat bab 12, yah, untuk tahu kepanjangannya). Batal rencananya tersebut, karena ada salah seorang dari keluarga besar Pak Andi yang meninggal. Innalillahi

Dengan berbekal uang saku yang ditabung Arik (sampai rela tidak merokok berminggu-minggu), dua jam setelah orangtuanya pergi ke rumah duka, Arik mengeluarkan motor matic dari garasi. Arik sudah rapi dengan kemeja kotak-kotak merah-putih (macam jersey tim nasional Kroasia) dan celana bahan berwarna hitam. Sepatunya yang semi pantofel. Arik berencana untuk mengunjungi sebuah job fair yang diselenggarakan di Istora Senayan. Selepas dari Istora Senayan, Arik juga memiliki rencana ke mal yang berada di samping Istora Senayan. fX Sudirman, maksud saya (selaku author). Ada film yang mau ditonton Arik, selain ingin melihat langsung penampakan suatu tempat yang bernama JK Group Ballroom.

Oke, pintu depan sudah dikunci. Listrik rumah sudah dimatikan. Arik menggembok pagar rumah. Tentang sarapan, ah, itu gampang. Arik bisa sarapan di Gelora Bung Karno. Ada semacam foodcourt yang berada di sekitar stadion. Kata Sukro, bubur ayam di sana lumayan enak. Nanti Arik mau coba mencari penjual bubur ayam yang menurut Sukro enak itu. Awas saja jika tak enak. Kalau bertemu Sukro nanti, mau Arik jitak kepala Sukro. 

Sebelum menyetarter motornya, Arik baca dulu. Semoga seharian ini tidak menemui malapetaka, khususnya yang bernama Pak Andi Sutiawan. Iya, Arik berharap tidak bertemu mobil Kijang berwarna biru, yang sudah berada di garasi rumah Arik sejak Arik masih pelajar sekolah dasar. 

Barulah setelah baca doa (dan baca status-status Facebook teman-teman daringnya, yang salah satunya kalimat keren paling atas tersebut), Arik langsung mengegas motornya. Arik memang pengendara yang handal. Ia pun tak buta jalan. Kelebihan lainnya adalah tidak buta map. Tahu saja Arik titik-titik mana saja yang tidak terkena macet, juga titik mana yang bersih dari polisi yang aktif mencari mangsa demi mengisi isi dompet. 

Memang Arik tidak buta jalan. Omong-omong, ini Jakarta, woy. Ada saja hal-hal yang membuat satu ruas jalan menjadi macet. Hanya karena ada seorang nenek yang mau menyeberang sembari membawa cucu-cucunya, jalanan menjadi macet. Alhasil, yang tadi berangkat dari rumah pukul 07:15, Arik baru tiba di Istora Senayan pada pukul 09:30. Kebetulan job fair-nya dimulai pada pukul 10 tepat (telat sedikit sebetulnya). Sisa waktu itu dimanfaatkan Arik untuk makan bubur ayam dari tukang bubur ayam yang mangkal di sekitar Istora Senayan. 

"Wis tok, enake bubur ayam si abang iki," seru Arik dengan napas terengah-engah, lalu segera meminta si tukang bubur ayam sebotol teh. 

Si tukang bubur ayam tertawa terbahak-bahak. 

Arik pun turut tertawa. Jika Stella berada di sini, perempuan itu pasti menertawakan ekspresi Arik. Sudah kepedasan karena kebanyakan ambil sambal, eh, mudah saja dibuat tertawa oleh seorang penjual bubur ayam setempat. 

"Mau lamar kerja, Bang?" tanya si tukang bubur ayam yang kelihatannya sebaya dengan Arik. 

Arik hanya mengangguk, tersenyum. 

"Saya juga, sih." kata si tukang bubur ayam lagi. 

Lihat selengkapnya