"Making people smile is far more rewarding and worth it than making people sad."
Begitulah yang Iyus tulis sebagai status Facebook-nya. Lagi dan lagi, Arik mengernyitkan dahi. Ya ampun, Arik, kamu mengidolakan teman bloger kamu itu, kah? Segitu perhatiankah dirimu?
Hei, Arik, ingat, Iyus baru kelas 12 SMA. Tahun ini dia menargetkan akan lulus sekolah. Selain suka-suka dia terhadap akun media sosialnya, yah, namanya juga anak sekolah menengah kejuruan, masih remaja, yang banyak sisi labilnya, mungkin saja dia menuliskan status itu hanya karena ingin menyalurkan sisi-sisi melankolisnya ke dalam bentuk tulisan. Tidak ada yang aneh. Lagipula status Facebook Iyus itu pun bagus. Dia memiliki cita-cita untuk membuat seluruh orang diliputi senyum kebahagiaan, bukannya bibir manyun penuh kesedihan. Apa Iyus itu salah, Arik?
Satu lagi, Arik, Iyus hobi membuat puisi. Tak sekadar puisi untuk gebetan semata, Iyus rutin membuat puisi untuk kepentingan umum. Di Agustus tahun lalu saja, Iyus terpilih mewakili sekolahnya untuk mengikuti upacara bendera. Di hadapan presiden, Iyus membacakan puisi untuk negara Indonesia tercinta dengan suara amat lantang. Ayolah, Arik, kamu pasti pernah membaca ceritanya di blog Iyus. Itu, loh, Rik, yang ada foto Iyus bareng artis dolanya, Tania JK Group.
Eh, ternyata bukan status Iyus itu yang dipermasalahkan Arik. Yang dipermasalahkan Arik ternyata komentar-komentar yang berada di bawah kalimat status Iyus tersebut. Arik langsung mencak. Kata "J*ncoek" dan "As* kabeh" langsung keluar dari mulut Arik. Pagi-pagi, dan belum sarapan pagi, dari mulut Arik, sudah keluar kata-kata yang kurang menyenangkan untuk didengar oleh anggota keluarga yang lainnya.
Pintu diketuk. Arik menghampiri. Lalu, terbukalah pintu.
"Kenapa kamu, Rik?" ujar Pak Andi melotot. "Mimpi opo kamu sewengi? Abis ditolak kamu karo Riska Zain. Bilang karo Papa. Papa iso bikin kamu dadi pacarnya."
Arik blingsatan. Ia menggaruk-garuk rambutnya yang tampaknya sudah mulai gondrong.
Ibu Rika kebetulan melintas sembari membawa kantung plastik berisi beberapa bungkus nasi uduk. Pasti nasi uduk itu dibeli dari Mbok Yayuk, penjual nasi uduk paling enak di komplek.
"Rik, Mama sawang-sawang, rambute kamu tambah dawa. Potong, Rik, ntar." kata Ibu Rika memegangi rambut. "Oh iya, Rik, mangan dhisik. Mama wis tuku nasi uduk kanggo kamu karo adik-adik kamu."
"Ora bengok kamu, Rik. Papa dadi isin. Ndak enak aku karo tetangga-tetangga sini. Lagian, wes kamu dudu bocah maning, Rik. Eling, Rik, eling." ucap Pak Andi.
"Sori, Pa, Ma," Arik menundukkan kepalanya dan tak berani menatap wajah kedua orangtuanya.
"Yuk, makan," ajak Pak Andi. "Mama kamu wis tuku nasi uduk karo kita semua. Mangan dhisik. Ntar keburu dingin."