Tak Sambat

Nuel Lubis
Chapter #20

Temanku, Brian, yang Wibu Parah

"Watashitachi wa karada no tooi, watashitachi ha jitsuwa kokoro ni chikai demo. Sore de, watashi ni shinjiteru yo. Onegai."

Kali ini, yang menuliskannya di Facebook bukanlah Iyus, melainkan temannya Iyus (dan, pasti akan dibaca oleh Arik). Namanya Brian. Brian sama seperti Iyus. Mereka berdua sama-sama masih kelas 12 SMA. Mereka berdua pun sudah menjalani Ujian Nasional dan tengah menunggu tes masuk perguruan tinggi negeri. Meskipun demikian, dengan rumah yang cukup mewah (yang sebetulnya milik ayahnya), sejak bulan Januari kemarin, Brian sudah mengamankan masa depannya. Brian berhasil diterima di sebuah perrguruan tinggi swasta lumayan terkenal di Jakarta. Jurusannya apa?

Yah, itu, kata-kata pembuka bab Tak Sambat ini. Brian diterima di Sastra Jepang. Brian ini orangnya memang sangat menggemari segala sesuatu yang berbau Jepang. Oke, kalian boleh menyebut Brian ini sebagai weaboo, atau dalam bahasa pasarannya, kita bisa menyebutnya wibu.

Apa bukti Brian seorang wibu? Pertama, hampir pasti Brian akan datang ke acara-acara jepang-jepangan seperti Ennichisai, Jak-Japan Matsuri, hingga jika ada sekolah atau kampus tengah mengadakan festival matsuri, laki-laki berkacamata ini pasti akan menghadirinya. Brian pernah bilang ke Iyus, "Bukan Brian namanya, kalo nggak bisa hadir, mah. Brian sudah ditakdirkan untuk Nihonggo, dan Nihonggo untuk Brian. Kalo di JK Group, ada lagu dareka no tame ni. Maka, Nihonggo no tame ni. Wakatta?"

Iyus menggeleng-gelengkan kepala sembari tertawa, "Suka-suka lo, deh, Bri. Lagian, apa nggak bosen Jepang mulu mainannya? Orang Jepang aja pada bosen sama situasi di negaranya. Makanya, banyak orang Jepang melancong ke negara-negara lain. Kayak gue, yang pengin coba ke Amerika atau Denmark."

Brian memukul bahu Iyus dengan majalah remaja berkaverJK Group (dengan yang paling depan adalah Nelly). Semprot Brian, "Jyoudan janai, yo. Dapet informasi dari mana elo? Ngawur aja. Hidup di Jepang itu mudah, Man. Teknologinya nggak kayak di sini. Di sini mah kacrut. Bebas polusi. Bebas kriminalitas. Nggak kena macet. Pokoknya enak, mah, di Jepang. Totemo sugoi. Nihonggo daisuki."

Nah, itu, ciri keduanya. Bagi seorang wibu, kurang afdal jika tidak memasukkan kosa kata bahasa Jepang dalam obrolan dengan sesamanya. Macam sedang mengobrol dengan idola-idola dari Negeri Sakura saja. Padahal, salah seorang artis Jepang

saja, menurut gosip di bawah tanah, sedang mengintensifkan diri untuk belajar bahasa Indonesia demi mendapatkan pacar orang Indonesia.

Sudah begitu, para wibu suka begitu membangga-banggakan Jepang. Seolah-olah negara itu lebih baik dari Indonesia. Padahal, tidak juga. Kata siapa, Jepang bebas polusi. Hey, Tokyo itu satu dari sekian kota terpadat di dunia. Padat artinya penduduknya banyak. Banyak pengguna transportasi juga. Ujung-ujungnya, polusi pula. Mungkin Brian kira warga Tokyo menggunakan cara-cara ninja untuk bergerak. Yang tinggal pejamkan mata, ucapkan mantra, sudah berpindah tempat. Walau tidak ada hubungannya dengan kepadatan penduduk, Jepang memiliki masalah kriminalitas.

Iyus menunjukkan artikel (yang terpampang di layar ponsel) kepada Brian yang sedang asyik memakan sushi. Iyus dan Brian sedang kopi darat di sebuah restoran Jepang yang menggunakan sistem all-you-can-eat.

Abducted to Japan: Hundreds of American Children Taken

Japanese Mother Tells ABC News How Easy It was to Flee with Her American Son.

Lihat selengkapnya