Tak Sambat

Nuel Lubis
Chapter #24

Hari-Hari Merdeka Iyus

"No matter how evil the world and universe is to you, please don't be hurt and blaming yourself. Every problem, disaster, and loss, it's not in your control. You're not the one controlling that. Don't blame yourself for every sadness you've just gone through."

Status Facebook di atas ditulis oleh Iyus, seorang remaja kelas 12 SMA, yang baru saja menyelesaikan ujian nasional. Kali ini Iyus sedang memikirkan akankah akan kuliah atau tidak. Entah itu bisa disebut pekerjaan atau tidak, sekarang Iyus sedang memikirkan peluang untuk menekuni karir sebagai seorang penulis.

Karena sudah selesai ujian nasional serta ujian sekolah, boleh dikatakan Iyus akhirnya mendapatkan liburan sekolah yang sedikit lebih panjang dari sebelumnya. Jika Iyus berencana kuliah, kurang lebih ia sudah mendapatkan tiga-empat jatah liburan. Itu bisa digunakan Iyus sebetulnya untuk berjalan-jalan (atau, dalam bahasa elitnya, berpelesiran). Sebagian teman sekelasnya saja sudah berangkat. Salah satu contohnya adalah Luthfan, dkk (yang terkenal suka menggodai dan menjahili para guru). Luthfan, dkk, memang sudah merencanakan untuk berpelesiran ke Bali atau Lombok selama dua minggu.

Pagi ini, di jam sekitar sembilan pagi, Iyus sudah berada di warnet itu lagi. Itu, loh, warnet yang mana operatornya adalah Bang Raja. Warnet yang jika sudah di atas jam dua belas siang, akan ada banyak bocah di dalam warnet tersebut. Karena sekarang masih jam sembilan lewat tiga belas menit (alias 09:13 WIB), tentu saja warnet itu aman dari sumpah serapah para bocah SD, yang kadang suka kedapatan Bang Raja menilap uang sekolah demi voucher Point Blank.

"Dasar lu, Tong," Bang Raja berdecak-decak. "Telat lagi, nih, pada. Hahahaha..."

Seorang remaja berpakaian putih-biru cengar-cengir dan mengambil sebotol teh dari kulkas. "PC kayak biasanya, yah, Bang. PC 1."

Namanya Galih. Dia masih kelas 8 SMP. Sama seperti kebiasaan Iyus dulu, jika telat dan dilarang masuk ke dalam sekolah lagi, pasti Galih langsung ke warnet ini. Game bernama Warcraft adalah favoritnya. Galih paling tidak bisa bermain permainan tembak-tembakan seperti Point Blank atau Counter Strike. Akan tetapi, menembak lawan jenis itu salah satu spesialisasi Galih. Rekornya adalah dalam sekali tembak, hanya satu kali ia ditolak. Astaga, kaget kan, masih SMP, gebetan atau pacar Galih jauh melebihi Iyus. Apa Galih ini saking mengidolakan Junior Cowboys, yang kecil-kecil sudah berpacaran, padahal kencing saja belum lurus?

"Brengsek elo, Bang!" teriak Galih dari bangku komputer nomor satu.

Eh, kenapa harus komputer yang itu? Oh, itu bukan karena Galih percaya akan mitos-mitosan seperti feng shui, hong shui, atau shio serta zodiac. Itu murni karena beberapa komputer di sana memiliki keistimewaan-keistimewaan tertentu. Seperti Komputer Nomor Satu, yang mana koneksi internetnya lebih cepat daripada yang lainnya. Juga, persis di bawah mesin pendingin udaranya. Posisinya memungkinkan penggunanya untuk bersembunyi, jika sedang diuber-uber.

"Nyante, Gal," balas teriak Bang Raja. "Kayak kagak kenal gua aja, elo, Tong. Eh, ngomong-ngomong, pacar elo sekarang siapa lagi, dah?"

Iyus yang duduk di samping Galih tertawa. Lalu, ia kembali menatap layar komputer.

"Bang, tumben lu nggak maen," kata Galih yang menunggu proses loading. "Eh, lu udah selese ujian, yah?!"

"Iyeeee..." ujar Iyus yang serius sekali menelusuri kontes demi kontes kepenulisan. Dari satu penerbit ke penerbit lainnya, Iyus aktif membaca syarat-syarat penerbitannya.

Lihat selengkapnya