Sang Pelukis Menyurati Sang Penulis Lagi
posted by Iyus Kurniawan on June 14, 2014
Abadi itu nyata.
Cinta aku ke dia itu abadi. Sulit untuk aku lupakan. Sejati pun cinta aku untuk dirinya.
Untuk kamu, Sang Penulis, terima kasih telah hadir. Aku mencintaimu, Sang Penulis.
Iya, bagi Sang Pelukis, Sang Penulis itu harta yang sangat berharga. Teramat berharga, yang melebihi keluarga Sang Pelukis sendiri.
Sang Penulis, dia adalah orang pertama yang aku cintai sedalam ini. Dia pun sosok pertama yang saya tangisi. Sakit sekali menahan rasa rindu itu. Masih terngiang-ngiang bayangan dia kala itu. Dia berjalan begitu saja, melewati aku dengan dinginnya. Seolah-olah aku tak berada di dekat dirinya.
Sayang,...
Iya, yang aku maksud adalah kamu, Sang Penulis. Aku harap kamu memahami makna lukisan yang karyakan. Aku melukis di atas kain kanvas. Menggunakan cat minyak, yang sudah aku persiapkan satu minggu sebelumnya. Ini kulakukan demi kamu, Sang Penulis.
Semoga kamu mengerti makna lukisannya. Semoga alamatnya tepat. Berharap kamu masih di alamat itu. Meski beberapa hari aku ke sana, mereka berujar kamu sudah melanglang-buana entah ke mana. Telah lama kamu beranjak dari alamat itu. Aku sedih mendengarnya.
Pikirku saat itu, tega kamu, Sang Penulis. Tega, teganya, teganya diriku. Lalu, kamu harap aku akan menari dangdut seperti biduan di pasar malam?
Terima kasih atas khayalanmu, Sang Penulis. Sosok wanita di lukisan ini pun memang seorang biduanita dangdut. Aku tahu, Sang Penulis yang aku sayangi adalah seseorang penyuka lagu dangdut atau keroncong. Di saat para laki-laki seusiamu menyukai musik jazz atau yang lebih keras seperti heavy metal, kamu malah dengan bangga mempersembahkan dirimu sebagai pengagum musisi dangdut dan keroncong.