Setelah menimbang-nimbang, dan berkali-kali menolak panggilan telepon dari pamannya, Raja mulai memberanikan diri untuk menjawab saja telepon yang membuat dirinya resah.
Pukul 23:15 waktu Indonesia bagian Barat.
Tarik, embus, yang entah itu tarikan napas Bang Raja, entah tarikan asap rokok yang asapnya keluar-masuk dari kedua lubang hidung. Sepertinya memang harus berkata jujur. Mungkin Yoga benar. Yah, kata-kata Yoga saat itu harus ia ikuti.
Nah, para pembaca bingung, kan? Apakah ada dua Yoga? Atau, saya yang begitu menggemari nama Yoga? Oh, mungkin saya pecinta aktivitas yoga? Lantas, apakah jawabannya? Tetap ikutin"Tak Sambat"!
Bang Raja menekan tuts demi tuts layar sentuh ponselnya. Langsung tertera nomor pamannya tersebut. Ronald Pandjaitan. Itu adalah nama pamannya yang berada di dalam ponsel Bang Raja. Nama lengkapnya apa? Tetap simak "Tak Sambat".
"Akhirnya si Bodat ini telepon juga," ujar Amangboru Ronald. "Dasar Bodat kau, Raja!"
Bang Raja hanya cengar-cengir. Mungkin di telinga Amangboru Ronald, suara Raja itu seperti cekikikan, namun tidak seperti suara cekikikan kuntilanak.
"Biang kau!" seru Amangboru Ronald yang lumayan kencang. Sampai-sampai ibunya Raja menghampiri Raja.
Ibunya Raja coba ingin mengambil alih panggilan telepon dari Amangboru Ronald. Raja melarangnya. Ujar Raja pelan, "Biar aku yang handle, Mak. Ini urusan sesama laki-laki. Aku pun sudah dewasa. Ini urusan antara keponakan laki-laki dan amangboru-nya."
"Lomom ma ho!" semprot ibunya yang masih di sekitar Bang Raja.
("Bicarakan saja!")
"Maaphon ahu, Amangboru. Asa barani ahu angkat tilpon ho, Amangboru."
("Aku minta maaf, Paman. Baru saja ada keberanian untuk mengangkat telepon.")
Di sana, Amangboru Ronald menghela napas berat. "Lomom ma ho, Raja. Nuaeng jolaskon tu ahu partalian hamu dongan si Grace do i. Muse, Raja, dohot si Grace do?"
("Bicarakan saja, Raja. Sekarang jelaskan ke aku hubungan kamu dengan si Grace itu.")
Bang Raja mengangguk takut-takut. Dahinya berkeringat. Haruskah ia berkata bahwa ia dan Grace memutuskan untuk berteman saja?
Di dekat Bang Raja, ibunya berkata pelan (yang lebih mirip orang berbisik), "Omongkan saja, Raja. Anggo hamu borat buat omongkan itu ke si Ronald, asa Mamak yang omong. Sini, kemarikan talipon-nya."
("Bicarakan saja Raja. Kalau kamu berat untuk membicarakan itu ke si Ronald, biarkan Mamak yang bicara. Sini, kemarikan teleponnya.")
Bang Raja menggeleng, "Aku saja, Mak. Ahu sandiri saehon dohot Amangboru ni."
("Aku saja, Mak. Aku sendiri yang selesaikan dengan paman itu.")