Tak Sambat

Nuel Lubis
Chapter #68

Yang Ia Sangka Mimpinya Ketinggian

"Jadi orang tua itu yang benar-benar kasihan. Karena, kadang mereka tidak punya tempat untuk mengadu. Di saat butuh tempat untuk melampiaskan, tapi malah sering di tempat yang tidak seharusnya. Dan, Ayah pasti sering menyimpan hal-hal buruk. Tapi, ia tetap berjuang seorang diri." tutur si robot kucing ke majikan sekaligus sahabatnya di atas atap rumah lama saat si sahabat masih berusia taman kanak-kanak.

Sudah di atas jam sepuluh malam. Ayu belum juga kunjung tidur. Ia masih menyimak apa yang terlihat di layar ponselnya. Sedang menonton salah satu animasi favoritnya. Ayu menggigit bibir bawahnya dan coba menahan agar air mata tidak turun. Episode yang ia tonton kali ini mengingatkan dirinya akan almarhum ayahnya yang baru saja meninggal Juli kemarin. Tanggalnya tidak akan pernah lupa. Bertepatan dengan final Piala Dunia yang diadakan di Brasil.

Ayu mengenang momen lahir tersebut. Untuk kali pertama, mungkin dalam sejarah hidupnya, ia menyaksikan pertandingan sepak bola di rumah sakit. Perempuan itu sangat menjagokan tim nasional Argentina. Pertandingan itu berlangsung cukup alot. Kedua pelatih sangat berhasrat untuk bisa merengkuh trofi tersebut. Ketegangan yang bahkan hinggap pula di jutaan masyarakat Indonesia, yang bahkan tidak termasuk ke daftar peserta Piala Dunia 2014. Itu termasuk Ayu, yang sangat mengidolakan La Celeste karena ayahnya yang sedang terbujur lemah di ruang 412. Saat sedang tegang-tegangnya mendukung tim nasional Argentina, ponsel Ayu yang diletakkan di atas meja kafeteria itu berdering. Ayu mengangkat telepon dengan perasaan campur aduk. Sungguh perasaan yang aneh antara tegang dalam mendukung tim sepak bola favorit dan rasa khawatir terhadap kondisi ayah kandung yang belum kunjung membaik.

"Yah, Dek, ada apa? Kakak lagi di kafe rumah sakit yang ada di bawah." ujar Ayu yang agak kalut menjawabnya. Semoga saja hanya pikiran negatif dan bukan sebuah insting.

"Kak Ayu, buruan naik ke atas lagi."

"Papa baik-baik aja, kan?"

"Justru itu--"

Tersentak Ayu dengan segera. Ia kembali menonton anime tersebut sembari melirihkan sesuatu, "Pa, Ayu kangen Papa."

Sepertinya Ayu sulit mencegah untuk tidak menangis. Air matanya akhirnya jatuh pula. Dadanya terasa sakit. Sekonyong-konyong ada sebuah pesan masuk ke dalam folder SMS di ponselnya. Pesan itu semakin mengingatkan dirinya akan sosok ayahnya yang meninggal dunia di kala penyelenggaraan final Piala Dunia 2014.

"Jika Yesus lahir hari ini, ia mungkin akan berada di bawah puing-puing rumah di sebuah gereja beraliran Lutheran, yang berada di Bethlehem. Karena, sesungguhnya patung bayi Yesus tidak diletakkan di dalam palungan atau malah kandang domba. Patung itu dibuat untuk diletakkan diatas puing-puing reruntuhan rumah.

Lihat selengkapnya