Tak Sambat

Nuel Lubis
Chapter #74

Iyus Galau Maksimal

"Dasar goblok!"

Itulah yang didengar Iyus yang kali terakhir. Ia memutuskan untuk keluar sebentar. Jenuh juga bekerja selama beberapa jam di dalam ruangan. Kata siapa, menjadi operator warnet itu enak-enak saja. Tidak juga.

Koneksi internet di warnet milik Koh Hendrik lumayan kencang. Pria Tionghoa itu selalu menggunakan layanan internet yang terbaik. Harga boleh sedikit lebih mahal, tapi kualitas berinternet di sana adalah yang terbaik. Bahkan hari libur saja, masih tetap ada pengunjung. Pada tanggal 31 Desember yang lalu, anak-anak berduyun-duyun ke warnet untuk bermain permainan digital.

Menjadi operator di warnet ini seharusnya nyaman-nyaman saja. Disediakan makanan atau minuman di dalam kulkas (yang mana Iyus diperbolehkan untuk mencomot). Bisa mengakses internet secara gratis, entah untuk berselancar maupun untuk sekadar bermain. Gajinya juga tak kecil-kecil amat. Terkadang Iyus mendapatkan tunjangan pula. Hari Natal kemarin, Koh Hendrik memberikan bingkisan Natal ke setiap karyawan-karyawatinya. Enak, bukan?

Akan tetapi, ada kalanya Iyus diserang rasa jenuh. Kejenuhan bahkan melanda profesi mana pun. Tak hanya menyerang ke seorang operator warnet. Itulah yang dirasakan Iyus sekarang ini. Ia sedang jenuh. Ada pula beberapa problematika yang berkecamuk di dalam kepalanya.

Iyus sejenak memandangi situasi warnet dari luar. Pintu warnet menggunakan kaca film. Dengan memicingkan mata, Iyus malah masih bisa mengamati kondisi dalam warnet tersebut. Iyus tersenyum dan menghela nafas. Ia lalu terkenang momen-momen saat masih menjadi pelajar sekolah. Jika terlambat datang ke sekolah, pastilah ia tak bisa masuk ke sekolah. Otomatis ia langsung lari ke warnet ini. Warnet ini yang paling dekat dari sekolah.

Diambil rokok yang tersimpan di kantung celana jins. Iyus mengambil sebatang dan memutuskan untuk membakar sebatang. Ia berjalan beberapa langkah dari pintu masuk warnet tersebut. Lalu ia duduk di tangga kecil yang berada di dekat pintu masuk warnet. Masih saja ia tetap merokok. Merokok sembari membayangkan momen demi momen yang ia baru saja alami.

"Bang Raja udah nggak kerja lagi di sini, yah?!" kata Iyus berbicara ke diri sendiri dengan suara pelan. "Gue kangen sama dia. Sekarang, cuma bisa komunikasi lewat chat. Itu juga lebih sering nggak dibales. Sekalinya dibales, ngebalesnya telat. Mentang-mentang udah punya cewek."

Iyus mengisap rokok lagi. Asap rokok itu diembuskan ke arah langit. Terkadang ia coba membuang asap dari lubang hidung. Ia sekonyong-konyong tertawa. Berbicara sendiri, tertawa sendiri. Mungkin selain jenuh, itu tanda Iyus benar-benar membutuhkan seseorang untuk menjadi teman mengobrolnya.

Kali ini Iyus berbicara dalam hati, 'Dulu sering gue sama dia saling adu buang asap rokok dari hidung. Nggak jelas, tapi asyik banget.'

Iyus tertawa terbahak-bahak. Diisapnya rokok itu lagi. Sekarang ia mengambil ponsel yang ia simpan di dalam saku celana. Ia menyalakan data selulernya. Padahal ia bisa berselancar dari komputer operator. Ia malah membuka akun Facebook dari peramban yang berada di ponsel. Ia lalu mengernyitkan dahi. Ada informasi menarik yang sepertinya masuk ke dalam otaknya.

"Loh, Ci Stella mau ke Amrik lagi?!" desis Iyus yang membaca kalimat status Stella tersebut. Ia lalu tertawa. "Ntu cowoknya, nasibnya kayak gimana, yah? Sebetulnya gue nggak tega--waktu itu--ngerjain dia. Dari awal gue udah tahu dia itu pacarnya Ci Stella. Cuma iseng aja, sok ngatain dia delusi."

Iyus terkenang kejadian itu lagi.

***

"Pacarku nyata, Yus. Namanya Stella. Bisa baca dari Facebook aku, kan?"

Lihat selengkapnya