"Papa orapopo, ndak masalah kamu ndak kerja kantoran. Mending kamu nerusin usaha keluarga."
"Mosok capek-capek kuliah Hukum papat tahun, dadi kerjo ing warung soto?"
Arik sekonyong-konyong teringat dengan momen itu lagi. Hampir mau setahun rasanya. Pertengkaran konyol antara ayahnya dan dirinya. Kenyataannya, ujung-ujungnya, Arik mau tak mau mengikuti kehendak Pak Andi. Terpaksa diikuti agar ia masih bisa terus berhubungan dengan pujaan hatinya, Stella.
Kini rumah makan itu bukan lagi sekadar rumah makan. Naik pangkat menjadi restoran. Ada untungnya Arik menahan rasa malu dengan mendatangi gelar wicara si pesulap. Ambisi ayahnya terwujud pula. Rumah makan yang sudah diwariskan sejak buyutnya Arik (yang kakek dari ayahnya) mengalami perkembangan pula.
"Kamu mikirin apa, Baby?" tanya Stella tersenyum.
Arik dan Stella memang sedang berada di dalam restoran soto tersebut. Tidak lagi menghuni gedung yang lama. Namun, sudah menyewa gedung yang lebih besar (yang rencananya akan dibeli jika pendapatannya terus membaik).
Arik tersenyum pula, menggelengkan kepala.
"Kamu benar-benar sayang banget, yah, sama keluarga kamu?" tanya sekaligus puji Stella.
Pelayannya datang, yang membawakan pesanan Arik dan Stella. Arik memesan soto babat. Sementara Stella memesan soto ayam. Untuk minumannya, keduanya sama-sama memesan es jeruk.
Oh, karena sejak awal berasal dari rumah makan yang diwariskan dari generasi di atas, pemilihan para pekerja, khususnya koki, cukup selektif. Bukannya nepotisme, ini pun untuk menjaga cita rasa setiap pilihan menu yang disajikan. Pak Andi juga tak masalah untuk turun tangan langsung perihal urusan dapur. Pokoknya, resep rahasianya tidak boleh bocor. Yang tak jauh berbeda seperti Si Tuan Kepiting yang mati-matian agar resep rahasia Burger Spesial tidak sampai direbut oleh si Hijau Parasit.
"Pesanan siap, Mas Arik." ujar Tomo, yang masih memiliki hubungan darah dengan Arik. Itu mirip seperti hubungan antara ibunya Stella dan ibunya Iyus, yang antar saudara ipar.
"Matur nuwun, Mas Tomo." ujar Arik yang tak sabar untuk mencicipi soto babat tersebut. Sebetulnya Arik sudah puluhan kali mencicipi setiap soto buatan keluarga besarnya. Arik hanya tidak pernah bosan untuk terus mencicipinya. Resep soto buatan keluarga besar Sutiawan memang luar biasa. Arik mulai paham mengapa ayahnya ngotot sekali memperbesar usaha soto warisan tersebut. Jika resepnya itu memiliki cita rasa cukup kuat, mengapa tidak diperbesar saja?
Gagal itu lain persoalan. Setidaknya, harus dicoba. Jika berhasil, anak cucu Sutiawan yang terkena getahnya. Keuntungannya akan dinikmati sampai tujuh generasi setelah Pak Andi Sutiawan. Lagi pula, Pak Andi, sejak awal, tidak pernah berpikiran negatif. Itulah salah satu kelebihan ayahnya Arik, yang selalu berpikiran positif dan sangat visioner. Sisi yang itulah yang sering membuat Arik bangga terhadap ayahnya sendiri, (yang juga Eyang Kakung Paul yang sudah almarhum).