Ada yang datang, ada pula yang pergi. Begitulah kata orang-orang bijak, apa yang terjadi dalam kehidupan ini. People come, people go.
Itu pula yang terjadi dalam warnet milik Koh Hendrik ini. Bang Raja memang sudah resmi berhenti menjadi operator warnet. Namun, tempat yang ditinggalkan pemuda Batak itu digantikan oleh orang lain. Wawan itu orangnya. Sebetulnya Wawan itu orang lama. Lama sekaligus baru, sih. Wah, bagaimana bisa begitu?
Jadi, begini. Sedikit penggalan cerita di bab-bab sebelumnya. Kilas balik sedikit.
***
Koh Hendrik mengangguk dan segera menjawab pertanyaan Bang Raja tadi, "Justru Ai curiga apa jangan-jangan you nanti pengin berhenti kerja juga. Macem si Wawan itu. Ah, ada-ada saja si Wawan itu. Gara-gara dia sering nggak jaga warnet, ai kehilangan omzet yang nggak kecil."
***
Mencari pekerjaan itu memang sulit di zaman sekarang. Makanya, manfaatkanlah setiap kesempatan dengan sebaik-baiknya, walau harus menggunakan bantuan orang dalam.
Itulah yang dirasakan oleh Wawan. Pernikahan memang sudah dilangsungkan. Wawan pun sudah menjalani bulan madu, meskipun harus dilakukan di hotel kelas melati. Selanjutnya, beberapa hari setelah menikah, laki-laki berdarah Betawi-Sunda itu kembali terpikirkan kepada rimba realita kehidupan duniawi yang super kejam. Daripada harus pontang-panting mencari pekerjaan ke sana dan ke mari, kenapa Wawan tidak kembali ke pekerjaannya yang sebelumnya. Menjadi seorang operator warnet tidaklah terlalu buruk. Banyak sisi positifnya, yang salah satunya adalah mendapatkan kesempatan untuk bermain Point Blank secara gratis (yang maksudnya, tidak perlu membayar sewa jasa internet).
"Oke, kali ai terima you lagi, Wan. Tapi, besok-besok jangan seperti itu lagi. Pusing, Wan, kepala ai. Omzet turun gara-gara you sering absen lama-lama. Padahal, you tahu sendiri, biaya hidup makin lama naik terus." keluh Koh Hendrik sembari memijat-mijat kening.
"Siap, Koh!" seru Wawan yang melakukan gestur hormat bendera. "Kamsia, Koh Hendrik. Kamsia, kamsia."
***
Begitulah kisah bagaimana si Wawan bisa kembali bekerja menjadi operator warnet lagi. Atas kebaikan hati Koh Hendrik, Wawan terlepas dari status sebagai seorang pengangguran-sementara-pasca-pernikahan (menikah kok tanpa persiapan?).
Sementara Iyus sudah menunggu agak lama di depan pintu warnet. Sekali lagi ia coba menghubungi Wawan. Lagi-lagi pesan suara. Sudah lima kali Iyus mendapatkan pesan suara dan bukannya suaranya Wawan langsung. Masih lebih baik jika suara Wawan semerdu penyanyi-penyanyi yang sering tampil di Pekan Raya Jakarta. Ini kenyataannya tidak begitu. Jika dibandingkan dengan biduan dangdut di kampung dekat komplek di mana Iyus tinggal, suara Wawan jauh lebih parah.