"Kalau begitu, ngapain lu beli, Yus?" kata Wawan yang masih memegangi Saber Magnum yang tadi dibeli Iyus.
Beberapa bocah yang dari tadi asyik bermain, mendadak berkerumun di sekitar meja operator. Mereka ganti memegang mainan tamiya yang belum dirakit.
Salah seorang bocah berkata, "Ini mobil-mobilan, kan, Bang? Dulu aku pernah lihat di mal. Kayaknya seru gitu mainin ini di sirkuitnya. Pengen beli, tapi mahal-mahal. Harus dirakit juga, kan?"
Iyus hanya mengangguk.
"Emang lu bisa ngerakitnya, Yus?" Wawan kembali menanyakan hal yang sama.
"Bisa lihat di YouTube, Bang. Kemarin-kemarin gue lihat ada. Apa aja ada di YouTube. Cara bikin combro aja ada." tangkis Iyus nyengir. "Eh, Tong, jangan sembarangan pegang-pegang."
Bocah itu segera meletakkan bagian tamiya yang tadi dipegang.
"Coba gue tanya, ini namanya apa?" tantang Wawan yang memegang salah satu bagian tamiya.
"Gir, kan?" jawab Iyus yang sebetulnya kurang yakin. Namun, agar terlihat menguasai tentang tamiya, sebelah alis Iyus naik.
"Salah lu." Wawan langsung menunjukkan bagian yang disebut gir tersebut. "Ini yang namanya gir, Yus. Yang tadi itu namanya sasis."
Spontan saja bocah-bocah tadi tertawa terbahak-bahak. Salah seorang bocah langsung maju untuk ikut serta menjawab pertanyaan Wawan tadi. Kata si bocah, "Sasis itu kerangka tamiya-nya, Bang Iyus. Gir yang ini. Kalau yang ini, namanya dinamo."
"Tuh, Yus," Wawan terkekeh-kekeh. "Bocah kelas 5 SD aja lebih ngerti soal tamiya daripada lu yang bingung antara mau kuliah atau nggak. Mending buat gue aja. Sini, gue bayarin tamiya lu. 150 ribu, deh. Daripada mubazir, gara-gara lu nggak bisa ngerakit tamiya. Mau kagak?"
Iyus malah terkekeh-kekeh dan menggaruk-garuk rambutnya. "Masa 150, Bang?"
Bocah yang tadi ikut menimpali, "Iya, Bang, aku sekarang kelas 5 SD. Oh iya, Bang Iyus, kalau aku rakitin, mau? Kayaknya aku masih ingat cara-caranya waktu aku di mal bareng keluarga aku."
"Emang lu bisa, Tong?" tanya Iyus yang percaya tak percaya.
Si bocah tadi mengangguk. "Gampang sih kelihatannya waktu itu. Mau?"