Tak Sambat

Nuel Lubis
Chapter #108

Iyus Akhirnya Memilih Fakultas Ilmu Komunikasi

Masih terngiang-ngiang kejadian semalam di kepala Iyus. Iyus lalu mengambil dompet yang berada di saku belakang jinsnya. Uang dari Bang Raja dan Kevin masih ada. Ia menggigit bibir bawah. Entah mengapa ia bimbang sekali. Masih meragu apakah seharusnya ia berkuliah di pembukaan semester baru yang diselenggarakan di bulan Agustus nanti.

"Tapi, tetap, Yus, Mama senang banget kamu mau kuliah. Benar kata Papa kamu. Sering-sering saja kamu main ke beberapa kampus. Siapa tahu ada jurusan yang benar-benar cocok dhatimu. Selama belum masuk kuliah, ikuti saja beberapa tes masuk mahasiswa di beberapa kampus."

"Iya, Yus. Jangan terpaku sama satu-dua kampus dulu. Pikirkan baik-baik mana kampus dan jurusan yang bakal kamu pilih. Kalau saran Papa sih, ambil jurusan Sastra Indonesia mending. Cocok sama impian kamu mau jadi penulis buku. Atau, kalau kamu tertarik sama dunia skenario, mungkin kamu bisa coba buat kuliah perfilman."

Iyus lalu bergegas ke salah satu bangku yang berada di taman kampus yang sedang didatangi. Kelihatannya ia masih ragu apa harus membeli formulir pendaftaran mahasiswa baru. Padahal tinggal beberapa langkah lagi, ia menuju ruang pendaftaran. Malah ia kembali meragu dan teringat obrolan ia dan kedua orangtuanya. Yang di saat itu, seseorang menelepon.

Dari Bang Raja.

"Iya, Bang,"

"Lagi di mana lu?"

"Kampus."

"Oh, jadi juga lu mau beli formulir?"

Iyus terdiam. Pandangannya teralih ke arah beberapa mahasiswi yang melintas. Terbayang suatu hari nanti mungkin ia akan seperti mahasiswi-mahasiswi tersebut. Pergi ke kampus dengan motor, menenteng ransel, dan, mungkin saja akan sibuk menenteng buku-buku.

"Kayaknya lu masih bingung, Yus. Benar, nggak, sih?"

Iyus gelagapan sendiri. "Hah? A-apa, Bang?"

"Ya elah, Yus. Malah ngelamun. Jodoh nggak ke mana, Yus."

"Apaan sih, Bang?"

"Gue pikir lu masih mikirin cewek yang namanya Becky itu. Nanti dulu kejar si Becky. Sekarang, fokus ke diri lu sendiri. Dan, kalau lu masih bingung, main sini ke lapo. Atau, gue yang ke sana. Yang dekat Citra Land, kan."

"Nggak bingung, kok, Bang. Ya, udah, yah, gue jalan ke ruang pendaftarannya."

"Sip, sip. Awas, jangan lu pakai lagi duit itu. Jadi utang, loh."

"Iya."

Iyus meletakkan kembali ponsel di saku kemeja kotak-kotak. Ia lalu menghela nafas. Kedua matanya tertuju ke arah langit. Untungnya, matahari hari ini belum cukup menyengat. Jika begitu terik, pasti Iyus tidak akan berani menatap ke arah langit. Ia lalu menggigit bibir bawahnya. Spontan ia menggaruk-garuk rambut. Mana ada panggilan yang masuk ke dalam ponselnya lagi.

Ternyata dari Brian, teman sesama bloger dan penggemar JK 48.

Lihat selengkapnya