Iyus sedang berada di dalam kamar. Untuk beberapa menit awal, gawai disingkirkan. Tidak dulu menghidupkan komputer. Lagi pula komputer hanya diperbolehkan diletakkan di ruang tengah.
Di hadapan Iyus, ada sebuah buku soal. Judulnya "Kumpulan Soal yang Sering Keluar di Tes Masuk Perguruan Tinggi". Iyus sedang berkutat di soal-soal yang tersurat dalam buku kumpulan soal tersebut. Tadi ia baru saja menyelesaikan soal-soal Matematika, yang sukses membuat dahinya berkeringat. Sekarang ia mengerjakan soal-soal Bahasa Indonesia, yang tidak perlu membuat pusing kepala. Inilah salah satu soal yang berada di bagian Bahasa Indonesia.
"Bu Muh adalah seorang guru yang pandai, karismatik, dan memiliki pandangan jauh ke depan. Beliau menyusun sendiri silabus pelajaran Budi Pekerti dan mengajarkan kepada kami sejak dini pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum, keadilan, dan hak-hak asasi-jauh hari sebelum orang-orang sekarang meributkan soalmaterialisme versus pembangunan spiritual dalam pendidikan. Kami diajarkan menggali nilai luhur di dalam diri sendiri agar berperilaku baik karena kesadaran pribadi.
Pada suatu kesempatan, karena masih kecil tentu saja, kami sering mengeluh mengapa sekolah kami tak seperti sekolah-sekolah lain. Terutama, atap sekolah yang bocor dan sangat menyusahkan saat musim hujan. Beliau tak menanggapi keluhan itu, tapi mengeluarkan sebuah buku berbahasa Belanda dan memperlihatkan sebuah gambar.
Gambar itu adalah sebuah ruangan yang sempit, dikelilingi tembok tebal yang suram, tinggi, gelap, dan berjeruji. Kesan di dalamnya begitu pengap, angker, penuh kekerasan dan kesedihan."Inilah sel Pak Karno di sebuah penjara di Bandung, di sini Beliau menjalani hukuman dan setiap hari belajar, setiap waktu membaca buku. Beliau adalah salah satu orang tercerdas yang pernah dimiliki bangsa ini."Bu Muh tak melanjutkan ceritanya.
Kami tersihir dalam senyap.Mulai saat itu, kami tak pernah memprotes keadaan sekolah kami. Pernah suatu ketika hujan turun sangat lebat, petir sambar-menyambar. Tapani dan Magar memakai terindak, topi kerucut dari daun lais khas tentara Vietkong, untuk melindungi jambul mereka. Kucai, Borek, dan Sahara memakai jas hujan kuning bergambar gerigi metal besar di punggungnya dengan tulisan besar "UPT Bel" (Unit Penambangan Timah Belitong)-jas hujan PT Timah milik bapaknya. Kami sisanya hampir basah kuyup. Tapi kami sehari pun tak pernah bolos dan kami tak pernah mengeluh, tidak, sedikit pun kami tak pernah mengeluh.
(Diadaptasi dari Serdadu Pelangi karya Rionaldo Vieri)
Sesuai dengan bacaan, gambaran karakter Bu Muh yang paling tepat adalah seorang guru yang ....
A. Bertindak mandiri karena menyusun sendiri silabus mata pelajaran dan mengajarkannya sendiri.
B. Memiliki wawasan luas karena mendidik moral, demokrasi, hukum, keadilan, dan hak asasi.
C. Berwawasan futuristik karena memberikan mata pelajaran yang pihak lain belum membicarakannya.
D. Berbudi pekerti luhur karena mengajarkan mata pelajaran budi pekerti, moral, dan hukum.
E. Memiliki kearifan lokal karena mengajari menggali nilai luhur dari diri sendiri."
Iyus sedikit mengernyitkan dahi. Ia baca beberapa kali soal tersebut. Lalu, ia sok menghitung di antara pilihan jawabannya. Dibaca lagi pilihan jawabannya. Saking gemasnya, dasar Iyus yang sedang tidak berkonsentrasi, laki-laki itu lebih memilih untuk melihat jawabannya. Kunci jawabannya berada di halaman-halaman belakang buku kumpulan soal tersebut.
"Oh, jawabannya D," desis Iyus terkekeh-kekeh. "Berbudi pekerti luhur karena mengajarkan mata pelajaran budi pekerti, moral, dan hukum."
Padahal, sudah berhasil menemukan jawaban yang paling tepat, Iyus malah cari kesibukan sendiri. Ia baca lagi setiap pilihan jawabannya. Ia merasa setiap jawabannya benar.
"Yang A juga benar, sih. Kan, si Bu Muh emang mandiri. Semua soal dan jawaban, dia buat sendiri. Nggak salah jawabannya ini, yang 'bertindak mandiri karena menyusun sendiri silabus mata pelajaran dan mengajarkannya sendiri.'"