"Gue pakai kacamata."
"Yus, please, jangan bercanda," kata Elia memelototi Iyus.
"Hehe.Yah, maaf. Terus, kelanjutannya gimana?"
"Katanya si Cindy, cowok dalam mimpinya itu suka banget sama warna hijau. Dia juga suka pakai kaus warna merah."
"Gue sekarang pakai kaus warna merah. T'rus, hijau itu warna kesukaan gue."
"Jangan bercanda, deh, Yus. T'rus, lu mau bilang, lu itu jodohnya Cindy Montolulu, begitu? Nggak begitu caranya, Yus, main ngaku-ngaku. Serius sedikit kenapa?"
Sekonyong-konyong Cindy Montolulu teringat kejadian saat kali pertama berjumpa dengan temannya Elia yang bernama Iyus Kurniawan tersebut. Ternyata Iyus benar-benar berkacamata. Kenapa saat itu Iyus tidak mengenakan kacamatanya?
"Oh, minus aku masih rendah," jawab Iyus nyengir. "Percaya, deh, aku nggak bohong. Aku beneran cowok yang pakai kacamata."
Sekarang Elia yang mau muntah. Hampir saja dimuntahkan sebagian Es Teler yang tadi dipesannya. Ujar Elia sembari memijat-mijat kening, "Nggak usah sok gitu, deh, ngomongnya. Kenapa jadi aku-kamu-an?"
Iyus terkekeh-kekeh. "Lu kenapa sih, El? Kan, Cindy aja ngomongnya pakai bahasa formal, masa gue balasnya pakai bahasa gaul?"
"T'rus, kalau lu pakai kacamata, kenapa?" tantang Elia ofensif. Galak sekali Elia, seolah-olah keberatan jika temannya memang berjodoh dengan salah seorang figur publik.
"Yah, cuma kasih tahu aja," jawab Iyus nyengir. "Dan, hari ini, entah kenapa yah, gue pengin aja pakai kacamata yang biasanya gue pakai kalau mau baca yang jauhan sedikit."
"Alasan!" sembur Elia yang kali ini minum Es Teler dengan hati-hati. "Bilang aja, lu lagi cari pacar, dan Cindy Montolulu adalah incaran lu. Yah, kan? Dasar jomlo ngenes lu!"
"Kayak sendirinya nggak aja, hahaha..." tangkis Iyus tertawa.
"Gue single, bukannya jomlo," bela Elia.