Tak Sambat

Nuel Lubis
Chapter #142

Dilema Seorang Iyus

Kali ini Iyus mampir ke warnet Koh Hendrik sebagai seorang pengunjung. Biasanya ia berkunjung sebagai seorang operator warnet. Untuk hari ini, juga untuk kali pertama, ia duduk di salah satu bilik sebagai pengunjung. Sekonyong-konyong ia teringat dengan kejadian tahun lalu. Bukankah di 2014, seorang Iyus Kurniawan sering menggunakan jasa internetnya Warnet Koh Hendrik?

Wawan beringsut ke arah dirinya dan berkata, "Wah, tumben lu ke mari. Nggak lagi pengin curhat, kan?"

Iyus menolehkan pandang ke arah Wawan. Ia berujar sembari terkekeh-kekeh, "Parah, sih, Bang. Warnet kok ditinggal?"

Wawan menyodori Iyus sebotol minuman bersoda. Ia duduk di salah satu bangku kosong yang tersedia. Ia lalu berkata, "Gimana tesnya? Eh, terus nyokap lu gimana? Baik-baik aja?"

Iyus mengangguk dan membalas, "Puji Tuhan, bisa banget tesnya. Dan, nyokap gue, puji Tuhan, berjalan dengan lancar. Terima kasih buat doanya juga, Bang."

"Alhamdulilah," ujar Wawan memukul lengan Iyus pelan. "Senang gue dengarnya. Eh, roman-romannya lagi senang, nih, dikau. Senang yang karena apakah? Ceritakanlah kepada daku."

Kali ini Iyus tidak merinding menyaksikan perubahan gaya bahasa Wawan. Ia tetap sumringah dan semakin sumringah. Malah kedua matanya menerawang, alih-alih memandangi sebentar layar monitor. Gambar yang tertera di layar monitor adalah Tania dari JK Group. Ini pasti pekerjaan bocah-bocah yang sering bermain di warnet. Mereka suka seenaknya mengganti wallpaper komputer. Sesuka hati mereka merusakkan tetikus dan papan ketik secara tidak sengaja. Namanya juga anak-anak. Bahkan Koh Hendrik pun kewalahan.

Sementara itu Iyus kembali teringat kejadian kencan saat itu bersama Cindy Montolulu.

"Se-sekolah kamu gimana? Kamu kelas berapa?"

"Puji Tuhan, aku mau naik ke kelas sebelas rencananya. Kamu sendiri gimana?"

"Eee...aku sudah lulus sekolah tahun lalu. Baru kepikiran kuliah tahun ini. Sempat menganggur beberapa bulan, Ba-bacin."

"Nggak nganggur, dong, istilahnya.Kata Papa, itu yang namanya freelancer. Kamu, kan, bekerja sebagai asistennya sepupu kamu yang artis. Lagian, Ci Stella itu artis yang luar biasa, menurut aku. Senang, dong, bisa punya sepupu kayak dia. Kerja sama dia juga, malah."

"Hahaha. Begitu, yah, Bacin. Yah, emang ada enaknya punya saudara artis. Kalau dia kedapetan tiket nonton gala premier gratis, kadang kita bisa kebagian juga."

"Oh."

"Senyam-senyum melulu," ujar Wawan terkekeh-kekeh. "Cerita dong, Kawan, apa yang dikau alami selama beberapa hari ini. Tak biasanya dikau ke warnet ini. Tiba-tiba datang langsung, menghidupkan komputer."

Lihat selengkapnya