Waktu begitu cepat berlalu. Tahu-tahu sudah bulan Juni. Biasanya--seperti yang kita pelajari di buku paket sekolah--bulan Juni identik dengan musim kemarau. Tak biasanya, pagi-pagi sudah turun hujan. Yang baru berhenti menjelang pukul sembilan pagi.
Begitu hujan agak reda, Iyus bersiap untuk pergi keluar rumah. Ada sesuatu yang harus ia urus. Tadi juga ia sudah sarapan pagi. Sembari mendengar gemuruh suara hujan, Iyus menikmati bihun goreng buatan Ibu Rena.
"Yus," ucap Pak Candra. "Sebetulnya ada yang Papa mau bicarakan sama kamu. Eh, kamu kelihatannya ada urusan penting di luar sana."
"Iya, Pa," kata Iyus nyengir dan bersiap masuk ke dalam kamar mandi. "Nanti aja diomongin sepulangnya. Lagian, mau ngomong soal apa?"
"Yah, sudahlah," kata Pak Candra memukul bahu Iyus. "Nanti saja. Urus saja keperluan kamu. Ada hubungan juga sebetulnya sama rencana kuliah. Dan, ada berkaitan dengan Mama kamu bakal diopname mulai minggu depan."
"Iya, nanti aja, Pa," kata Iyus untuk kali terakhir. Ia langsung masuk ke dalam kamar mandi.
"Tapi, kamu jangan khawatir berlebihan lagi, Yus," kata Pak Candra yang terdengar sayup-sayup. "Mama kamu pasti sembuh dari penyakitnya. Kemoterapinya berjalan sukses."
Di dalam kamar mandi, Iyus tidak langsung membuka pakaian. Ada hening cukup lama. Sembari terpekur dan memegang gayung, Iyus sayup-sayup mendengar keributan di luar kamar mandi. Tampak Ibu Rena sedang sibuk di dapur. Masih sibuk di dapur, lebih tepatnya. Pak Candra terdengar sedang menelepon seseorang.
Hari ini rencananya Ibu Rena akan mengunjungi sebuah pengobatan tradisional. Masih ke sinshe yang semalam. Namanya juga orang terserang sel-sel kanker, apa saja akan dilakoni demi sebuah kesembuhan. Begitu tinggi sekali semangat Ibu Rena untuk sembuh. Beliau tidak ingin menyerah begitu saja dari sel kanker.
Iyus mendadak merapatkan matanya rapat-rapat. Ia mulai menitikkan air mata. Dada Iyus terasa cukup sakit. Cobaan demi cobaan menerpa dirinya. Kesialan yang beruntun. Mulai dari gagal di tes masuk perguruan tinggi, diserang penggemar-penggemar JK Group secara brutal, hubungan cintanya dipaksa kandas, hingga... Iyus kira ibunya sudah benar-benar sembuh. Nyatanya, tidak. Sel-sel kanker kembali menyerang. Kali ini menyerang bagian saluran pencernaan ibu kandungnya. Bahkan, menurut dokter, bisa saja tahun ini Ibu Rena mengembuskan nafas yang kali terakhir.
Sudah tahu sering sial, masih saja Iyus peduli dengan masalah orang lain. Kejadian semalam masih mengusik Iyus. Ia penasaran dengan peristiwa putusnya hubungan Stella dan Arik. Sebetulnya itu bukan urusan Iyus. Stella sendiri yang ingin putus. Namun, dasar Iyus yang kelewat ingin tahu, ia ingin sekali mengorek-ngorek lebih lanjut. Ia bela-belakan keluar rumah pagi-pagi demi berjumpa dengan Arik.
Bagaimanapun Arik dan Iyus merupakan sahabat sejak awal pertemanan mereka di dunia blog. Dari hobi menulis, berlanjut membentuk hubungan pertemanan. Mungkin karena sudah terlahir semacam solidaritas, Iyus tak terima hubungan Arik dan Stella putus begitu saja. Iyus ingin menemui Arik langsung. Yang karena Iyus tak tahu Arik tinggal di mana, yang ada di pikiran Iyus, Sutiawan Soto adalah tempatnya.
Mulai saja Iyus mengguyur tubuh telanjangnya dengan beberapa gayung air. Sembari mengguyur, kepala Iyus masih memutar ulang percakapannya dengan Stella semalam.
"Halo, Iyus."