Tak Sambat

Nuel Lubis
Chapter #187

Obrolan Dua Pemuda di Taman Kota

Menurut informasi yang didapatkan di mesin pencari, ada kurang lebih 2.556 lokasi ruang terbuka hijau di ibukota Indonesia. Jika diakumulasi, keseluruhan ruang terbuka hijau itu memiliki luas yang hampir tiga kali lebih luas dari Taman Impian Jaya Ancol. Cukup luas dan banyak juga, sebenarnya.

Dari antara ribuan ruang terbuka hijau tersebut--atau kita bisa sebut sebagai taman kota, ke sanalah Bang Raja dan Iyus melanjutkan perjalanannya. Di salah satu bangku taman kota itulah, Bang Raja dan Iyus duduk. Sebagai sesama laki-laki, mereka saling menyebar asap rokok masing-masing. Di dekat mereka pun, ada dua gelas kopi susu, yang tadi mereka beli dari penjual kopi yang membawa barang dagangannya di jok belakang sepeda motor mereka.

Bang Raja mengembuskan asap rokok dan berkata, "Gue penasaran, Yus, sama apa kesibukan lu selama gue nggak jadi operator warnet di sana lagi."

Iyus terkekeh dan mulai menyalakan rokok untuk kali kedua. "Yah, gitu-gitu aja. Palingan jagain warnet. Kalau nggak di warnet, hang-out ke mal. Sama, sempetin ke Ballroom JK Group."

Bang Raja tergelak. "Jadi, sekarang udah nggak malu, nih, ngaku jadi fans JK Group? Oshi-nya siapa, nih? Oh, Cinmon?"

Malu sendiri Iyus. Untuk menutupi rasa malu tersebut, Iyus sampai terbatuk-batuk. "Uhuk, uhuk..."

Bang Raja menyodori Iyus gelas berisi kopi susu tadi. Yang bagian Iyus, tentu saja.

Iyus pelan-pelan menyesap kopi susu, lalu menyesap kopi susunya lagi.

"Terima aja, Yus, tawaran Koh Hendrik sama istrinya tadi,"

"Menurut lu, gitu, Bang?"

"Gue turut prihatin sama kondisi nyokap lu yang kena kanker payudara. Udah lumayan kondisi nyokap lu?"

"Nggak seratus persen membaik, Bang. Sampai sekarang, gue lihat dia masih suka minum obat atau sejenis suplemen gitu."

"Kanker emang gitu, Yus. Nggak ada kanker yang seratus persen bisa disembuhkan. Makanya, ada yang bilang kanker sebagai the number one silent killer in the world."

"Bukannya jantung, Bang?"

"Kanker juga, lah..."

"Hahaha..."

"Hahaha... makanya, Yus, mending terima aja tawarannya Koh Hendrik itu. Kapan lagi ada yang mau peduli gitu sama kita. Dikasih kerjaan, dikasih pula kesempatan kuliah. Tawaran langka itu. Gue dulu bisa D3 gara-gara dia."

"Lu pernah kuliah juga, Bang?"

"Yah, pernah, lah, Yus. Gini-gini, meski cuma D3, Abang lu ini pernah ngerasain jadi mahasiswa. Dan, Koh Hendrik itu yang biayain sebagian uang kuliahnya. Sambil kuliah D3, sambil kerja di usaha-usahanya Koh Hendrik."

"Oh, jadi, lu udah lama kerja buat Koh Hendrik?"

"Lebih lama dari perkiraan lu selama ini, hahaha..."

"Kenapa sekarang dilepas, Bang? Harusnya Abang aja yang kerja buat dia."

Bang Raja mengacak-acak rambut Iyus. Ia lalu mengisap rokok lagi. Jawabnya, "Yah, gitu, lah, Yus. Kadang, dalam hidup, memang harus begitu. Perlu tantangan-tantangan baru lainnya. Harus berani keluar dari comfort zone juga."

Lihat selengkapnya