“Jadi, cerpen itu enggak menang lomba?” Suara Kafka yang jernih terdengar merdu di telinga, sementara Lily menyimak dengan penuh perhatian. Meskipun cuma bertatap muka lewat gawai dan sebagai tamu di siaran grup mereka, Amara bahagia bisa menjalin kembali komunikasi dengan dua sahabatnya.
“Iya.” Amara mengangguk tegas. Bisa-bisanya dulu Luca mengecoh harapannya hingga Amara masih bisa merasakan harapan itu lantas terempas ke bumi. Saat itu, mereka berdua sama-sama kecewa karena telah melakukan persiapan lomba dengan maksimal, tetapi hasilnya nihil.
“Sebaliknya, kami dapat tawaran yang lebih baik, tapi belum bisa kusampaikan sekarang karena ada ketentuan kontrak.” Amara yakin jika Luca juga pasti tidak ingin rencana tersebut bocor ke publik. Luca hanya mengizinkan Amara bicara sekadarnya dalam siaran.
“Kita pindah ke novel kamu saja, deh, Mar. Jadi, gimana ceritanya novel itu sekarang terbit di mayor setelah gagal ikutan seleksi?”
“Ralat, Ka. Terbit digital berbayar. Aku juga belum selevel itu sampai keterima kontrak terbit cetak di mayor. Dibandingkan kalian, aku masih tahap belajar.”
“Ka, kamu ngerasa, enggak, Amara yang sekarang beda?” colek Lily di obrolan.
“Iya, aku ngerasa Amara yang sekarang beda. Lebih kalem, tapi juga lebih terbuka.”
“Harus banget, ya, kita omongin ini di siaran langsung?” Amara menangkup pipinya yang merona. “Aku sekarang enggak mematok pencapaian muluk-muluk kayak dulu. Aku juga enggak berusaha meniru siapa pun lagi saat menulis. Apa adanya saja, jujur pada diri sendiri. Aku lebih merasa nyaman karena enggak perlu malu-malu lagi untuk bilang kalau penulis juga butuh cuan dan aku melakukan ini juga demi anak-anakku.”
“Jadi, kamu serius sekarang cuma mengejar lomba yang cuannya gede?”
“Enggak juga. Selama lomba itu enggak melanggar prinsipku dan tenggat waktunya terjangkau, aku enggak bakal menolak. Tapi, aku lihat kondisi dulu, anak-anakku tetap yang utama.”
“Omong-omong soal cuan, sekarang, ‘kan, bertebaran, platform-platform menulis yang insentifnya menggiurkan. Kamu enggak tertarik menulis di sana?”
“Kembali ke sikon lagi, Ka. Aku enggak mau memaksakan diri mengejar banyak platform, tapi aku juga enggak memungkiri jika platform masih pilihan media utamaku untuk menulis, mengingat aku masih pemula, dan jumlah pembacaku juga belum banyak. Cara inilah yang paling realistis bagiku untuk tetap eksis menulis.”
“Mar,” Kafka di seberang menatapnya sungguh-sungguh, “kalau memang betul banyak yang sudah kamu lalui seperti yang kamu ungkapkan dalam novel, sebaiknya kamu kembali fokus ke tujuan utama, deh. Keluarga kamu. Kamu bisa dapat banyak cuan, loh, dari platform-platform semacam itu, tapi kenapa kamu masih pilih-pilih menulis?”
“Betul katamu, Ka. Aku bisa saja dapat banyak uang dengan memuat konten-konten yang digemari pembaca sekarang–sexual implicit, bad boy, kekerasan, perundungan, –dan hal-hal lain yang enggak bisa kusebutkan semua di sini. Tapi, aku merasa punya tanggung jawab moral sebagai penulis. Aku membayangkan, tulisan seperti apa yang akan dibaca oleh anak-anakku serta generasi muda di masa depan kelak? Sebagai penulis, siapa lagi yang akan melindungi mereka selain kita?”
Kafka kehilangan kata-kata dan Lily pun mengambil alih pembicaraan.
“Jadi, target menulis kamu yang terbaru apa, nih, Mar?”
“Untuk ke depannya, kami ingin fokus pada pengembangan IP yang bisa dijual. Luca sendiri sudah punya proyek-proyek skenario di luaran, sementara aku ingin menyelesaikan proyek-proyek pribadi yang mangkrak sejak hiatus. Jadi, kami memang punya jalan masing-masing selain kolaborasi.”
“Selamat, Mar. Akhirnya, kamu menemukan momen untuk kembali menulis dan rekan yang cocok.”
Ucapan Kafka yang dibenarkan oleh Lily membuat Amara terharu. Terbayang masa-masa di mana ada hanya mereka bertiga hingga akhirnya membentuk grup. Amara merindukan masa-masa itu. “Kalian juga hebat. Grup makin besar bersama kalian berdua. Visi Kafka akhirnya terwujud hari ini. Walaupun dulu Realternative dianggap wadah untuk penulis-penulis yang dipandang sebelah mata, tapi kalian mampu membuktikan diri bahwa kalian adalah penulis kompeten yang menelurkan banyak prestasi.”