“Papa, kapan pulang?”
Begitu jam kerjanya berakhir, Bagas menghubungi Teddy-sahabatnya untuk menanyakan kabar putranya-Bara. Sudah enam bulan ini Bagas hidup sebagai Ayah dadakan setelah menemukan bahwa Mira-mantan pacarnya empat tahun yang lalu, hamil anaknya. Sayangnya Mira mengalami kecelakaan tragis enam bulan yang lalu. Kalau saja bukan karena berkah miliknya, Bagas mungkin tidak akan pernah menyadari jika punya anak bersama dengan Mira karena ada banyak kesalahpahaman diantara dirinya dan Mira. Bahkan perpisahannya dengan Mira empat tahun yang lalu pun bukan dengan cara yang baik.
“Sebentar lagi, Papa pulang, Bara. Tunggu yah!”
“Apa masih lama?”
“Enggak kok, Bara. Enggak lama. Kamu hitung saja satu sampai seratus! Nanti setelah hitungan seratus, Papa sudah di rumah jemput Bara.”
“Bara hitung sampai seratus, Pa.”
Dari dalam panggilannya, Bagas mendengar Bara mulai menghitung. Sementara itu hp milik Teddy yang tadi ada di tangan Bara berpindah tangan kembali pada pemiliknya.
“Kamu sudah mau pulang?” tanya Teddy.
“Ya.” Saat ini Bagas baru saja keluar dari bangunan rumah sakit dan sedang menuju ke tempat parkir di mana mobilnya diparkir. “Kenapa memangnya?”
“Beberapa bahan makanan habis? Mau belanja atau makan di luar sama Bara?”
Enam bulan yang lalu, Teddy yang bekerja sebagai fotografer dan hidup berkeliling memutuskan untuk menetap. Tadinya Teddy berniat untuk membeli rumah sendiri yang lokasinya tidak jauh dari rumah Bagas. Tapi enam bulan yang lalu Bagas mendadak jadi ayah setelah kematian mantan pacarnya-Mira dan Bagas cukup kesulitan menjalankan perannya sebagai ayah. Apalagi pekerjaannya sebagai dokter menuntutnya untuk selalu siap siaga jika ada panggilan mendadak dari rumah sakit.
Teddy sebagai sahabat Bagas, mengurungkan niatnya membeli rumah untuk sementara. Sebagai gantinya Teddy tinggal di rumah Bagas seperti sebelum-sebelumnya dan membantu Bagas menjaga Bara sampai Bagas menemukan pengasuh yang cocok menjaga Bara. Hanya saja setelah enam bulan berlalu, Bagas belum bisa membiarkan Bara diasuh oleh pengasuh karena Bagas merasa sudah kehilangan empat tahun lebih bersama dengan Bara.
“Bara gimana? Mau makan di luar?” tanya balik Bagas.
“Bara kamu mau makan apa? Papamu ngajak makan di luar, mau?”
“Mau, mau. Bara mau makan ayam chicken.”
Bagas tersenyum mendengar percakapan Teddy dengan Bara yang sudah cukup akrab. Ayam chicken yang dibicarakan oleh Bara adalah fried chicken. Itu adalah ucapan yang selalu dikatakan Mira dulu dan sekarang dikatakan oleh Bara.
“Kamu dengar kan? Bara-anakmu ini mau makan ayam chicken!” ujar Teddy.
“Ya, ya, aku dengar.” Bagas tiba di depan mobilnya, merogoh sakunya untuk mengambil kunci mobilnya dan bersiap untuk masuk ke dalam mobilnya. “Setelah aku sampai, ayo kita belanja sekalian makan ayam chicken di luar.”
“Oke, siap. Bara ayo mandi dulu! Sebentar lagi ayahmu pulang!”