Keesokan harinya.
Seperti kata Bagas sebelumnya, Bagas berniat memberikan keputusannya setelah melihat lebih dulu rumah yang dimaksud oleh Perawat Leli. Jadi setelah pulang kerja, Bagas sengaja meluangkan waktunya untuk mengunjungi rumah itu bersama dengan Perawat Leli.
“Terima kasih banyak, Dokter Bagas.” Perawat Leli langsung mengucapkan rasa terima kasihnya pada Bagas ketika menuju ke rumah warisan sepupu Perawat Leli.
“Jangan berterima kasih dulu, Perawat Leli. Aku belum bisa pastikan menerimanya. Aku mungkin bisa melihat dan berkomunikasi dengan arwah gentayangan. Tapi tidak semua dari mereka, aku bisa membantunya. Kasus terberat yang aku hadapi adalah setengah tahun yang lalu.”
“Setengah tahun yang lalu?” ulang Perawat Leli. “Jangan bilang waktu Dokter yang terlibat kasus itu?”
“Memang yang itu.” Bagas menganggukkan kepalanya sembari mengingat kasusnya enam bulan yang lalu. Kasus yang Bagas kerjakan enam bulan yang lalu berhubungan dengan Mira dan anaknya-Bara. Kasus itu bisa dibilang adalah kasus terumit yang pernah Bagas hadapi sebagai seseorang yang bisa melihat arwah gentayangan.
“Saya kira waktu itu Dokter hanya sekedar terlibat kasus dan jadi korbannya. Saya tidak menyangka jika kasus itu karena arwah gentayangan.”
“Hal seperti itu tentunya enggak akan tertulis di berita, Perawat Leli.”
“Dokter benar.”
Rumah yang dimaksud oleh Perawat Leli adalah rumah yang berada di pinggiran kota M. Rumah itu berada di salah satu perumahan di pinggiran kota M yang kebetulan letaknya cukup jauh dari Rumah Sakit S di mana Bagas dan Perawat Leli bekerja. Waktu yang ditempuh untuk tiba di perumahan itu membutuhkan sekitar 12 menit perjalanan dengan mobil.
“Sebelum itu, bisa aku bertanya beberapa pertanyaan pada Perawat Leli?”
“Tentu, Dok. Apa yang Dokter tanyakan?”
“Rumah itu dan pemiliknya. Bisa Perawat Leli ceritakan? Mungkin nanti akan sedikit membantu.”
Ckitt!
Setelah sekitar dua belas menit perjalanan, mobil yang Bagas kemudikan akhirnya tiba di rumah yang dimaksud oleh Perawat Leli.
“Mbak Leli!”