TAK SEKENTAL DARAH

mahes.varaa
Chapter #20

FEBY DAN NENEK HARIS PART 2

Sebulan kemudian. 

Tetangga baru Nenek Haris adalah sepasang suami istri dengan anak tunggalnya. Si suami sekaligus ayah adalah karyawan di kantor pemerintahan, sementara si istri sekaligus ibu adalah karyawan yang punya jam kerja padat dan sering lembur-lembur.

Di mata Nenek Haris, tetangga barunya sama sekali tidak spesial, sama seperti kebanyakan tetangga yang dikenalnya. Tapi ada satu hal yang menarik perhatian Nenek Haris. Anak perempuan dari pasangan itu masih SMP dan sering kali duduk di teras rumahnya seorang diri saat kedua orang tuanya sibuk bekerja. Sering kali Nenek Haris mendapati anak perempuan di seberang rumahnya hanya duduk di teras rumah dan memandang jalanan seperti dirinya. 

Ada apa dengan anak muda jaman sekarang? 

Kenapa dia malah menatap jalanan seperti aku dan bukannya bermain dengan teman seumurannya? 

Nenek Haris mulai merasa penasaran dengan anak dari seberang rumahnya itu. Tapi sayangnya Nenek Haris tidak berani menyapa anak itu lebih dulu karena tahu tak semua anak muda mau mengobrol dengan nenek tua seperti dirinya. 

Tapi suatu hari kesempatan itu datang. 

Hujan deras mengguyur kota M sejak siang. Seperti biasa Nenek Haris akan duduk di kursi ruang tamunya, membiarkan pintu rumahnya terbuka hanya untuk melihat hujan yang turun dan menghirup aroma hujan yang bercampur dengan tanah. Sejak tinggal seorang diri, Nenek Haris sangat suka melakukan hal-hal seperti ini. Waktunya yang sekarang yang entah tersisa berapa tahun lamanya, digunakan Nenek Haris untuk menikmati alam yang dulu tak pernah dinikmatinya.

Harusnya ini adalah pemandangan yang menenangkan, tapi langkah kaki lari seorang anak membuat berisik ketenangan Nenek Haris. Dari celah pagar rumahnya, Nenek Haris melihat anak tetangga yang tinggal di seberang rumahnya berlari menerjang hujan menuju rumahnya. Tapi sialnya setelah mengeluarkan semua isi tasnya, anak itu tidak menemukan kunci cadangan rumahnya. Dan benar saja, anak itu hanya duduk di teras rumahnya dengan seragam sekolahnya yang basah kuyup 

Nenek Haris menatap langit mendung berwarna putih yang menandakan bahwa hujan yang turun tidak akan segera reda. Menyadari hal itu, Nenek Haris bangkit dari duduknya, mengambil payungnya, bergegas ke depan setelah membuka pagarnya. 

“Nak!!” teriak Nenek Haris sekuat yang dia bisa. 

“Ya, Nenek.” 

“Kenapa enggak masuk rumah?” teriak Nenek Haris lagi. 

“Aku lupa bawa kunci rumah.” 

“Kalo gitu tunggu di sini saja sampai orang tuamu pulang, Nak!” Nenek Haris menawarkan rumahnya yang hangat sebagai tempat berteduh. 

“Enggak papa, Nek. Aku tunggu di sini saja.” 

“Ini hujan! Bajumu basah! Kamu bisa sakit kalo kamu terus di luar! Sudah sini saja! Enggak papa kok!” 

Awalnya anak itu merasa ragu menerima tawaran Nenek Haris. Tapi setelah menimbang sejenak dan merasa dingin di tubuhnya, anak itu kembali menerjang hujan menyeberang jalan dari rumahnya menuju rumah Nenek Haris. 

“Tunggu di sini sebentar! Nenek ambilkan handuk!” 

“Te-terima kasih, Nek.” 

Yang pertama Nenek Haris lakukan adalah mengambilkan handuk. Selagi anak itu mengeringkan dirinya dengan handuk, Nenek Haris mengambil baju anaknya yang masih ada di rumahnya dan meminjamkannya pada anak itu. 

Lihat selengkapnya