Di dunia ini, tak banyak yang orang tua minta ketika menyadari umurnya sudah tua dan kesempatan hidupnya di dunia sudah tak lama lagi. Selain meminta kematian yang tidak menyakitkan, yang para orang tua pikirkan adalah kehidupan anak-anaknya. Meski tidak mengatakannya dengan mulut, jauh di dalam hati para orang tua berharap anaknya sudah bisa hidup mandiri ketika dirinya tak lagi ada di dunia. Hal itu akan jadi kebahagiaan tersendiri dan sesuatu yang melegakan bagi para orang tua jika kematian datang menjemput.
Tapi impian sederhana itu sepertinya tidak akan mudah untuk didapatkan oleh Nenek Haris.
Kemarin anak keduanya-Budi datang meminta uang untuk membangun usaha. Ada lapak kosong di pasar dekat rumahnya dan Budi ingin membelinya untuk istrinya-Resti yang memang sudah berjualan di pasar sejak lama. Budi datang hanya meminta uang sebesar 10 juta dan Nenek Haris tahu, uang Budi tak banyak. Budi pasti hanya membayar uang muka saja dan sisanya membayar lapak itu dengan mengangsur. Sebagai orang tua, Nenek Haris punya kewajiban besar untuk anak laki-lakinya yang jadi kepala keluarga. Jadi … Nenek Haris ingin menjual tanahnya yang jumlahnya tidak banyak lagi untuk membantu Budi dan sisanya akan dibagi dengan dua anaknya dan dirinya sendiri.
Sayangnya keputusan itu langsung ditentang oleh Rani-anak ketiganya kemarin. Ada perdebatan sengit kemarin, tapi akhirnya Rani setuju membantu Nenek Haris karena bujukan suaminya. Tapi lagi-lagi keputusan Nenek Haris ditentang lagi dan kali ini datang dari anak pertamanya-Indah.
Indah datang ketika Feby berpamitan untuk berangkat kuliah. Kebanyakan jam kuliah yang diambil Feby memang jam kuliah pagi karena Feby ingin menghabiskan waktu sorenya dengan Nenek Haris.
“Ibu!”
Bukannya mengucap salam, Indah datang dengan membawa suaminya-Bimo dan juga salah satu anaknya-Andika.
Melihat bagaimana raut wajah penuh amarah dari Indah yang datang pagi-pagi ke rumahnya, Nenek Haris tahu bahwa Rani pasti telah menceritakan keinginannya kemarin. Nenek Haris tahu bahwa Rani memang harus cerita pada Indah karena tanah itu adalah warisan dari suaminya. Tapi Nenek Haris tidak menyangka jika Indah akan datang sepagi ini hanya untuk membahas tanah yang akan dijual.
“Kamu berangkat dulu, Feby.” Nenek Haris mendorong Feby untuk segera pergi. Nenek Haris tidak ingin Feby melihat masalah keluarganya yang rumit apalagi melihat amarah yang terlihat jelas di raut wajah Indah.
“Iya, Nek. Aku berangkat dulu.”
Setelah Feby pergi keluar dari rumah Nenek Haris, suami Indah-Bimo mengambil dua kursi makan di dapur Nenek Haris, meletakkannya di samping kursi Nenek Haris di pekarangan samping dan duduk di sana. Andika-cucunya menolak duduk di dekat sana dan memilih untuk duduk di ruang tamu rumah Nenek Haris.
“Enggak kurang pagi kamu datang ke sini, Indah?” Nenek Haris menyindir anak pertamanya yang ketika berhubungan dengan warisan selalu datang pagi, tapi ketika berhubungan dengan Nenek Haris sendiri, Indah selalu datang terlambat.
Indah-anak pertama Nenek Haris adalah anak yang sekarang tubuhnya paling gemuk diantara dua saudaranya. Bagaimana tidak? Karena sejak muda, Indah hanya belajar dan belajar, Indah malas bergerak. Yah memang otak Indah jauh lebih pintar dari dua saudaranya dan Bibi Haris sejak lama bisa melihat jika Indah akan sukses di masa depan. Tapi yang Nenek Haris tak pernah duga adalah meski Indah pintar dan sukses, anak pertamanya ini benar-benar malas sekali. Kecuali bekerja, Indah hanya akan tidur-tiduran di depan TV. Bahkan untuk mengambil air minum saja, Indah akan memerintah pembantunya. Alasan inilah yang membuat Nenek Haris tidak betah tinggal serumah dengan Indah dulu dan akhirnya memilih untuk tinggal seorang diri.
“Ini masalah penting, Bu! Ya jelas Indah datang ke sini pagi-pagi gini, Bu! Ibu tahu sendiri kan Indah ini banyak kerjaan?” Indah menjawab.