Di dunia ini ada banyak cara untuk melihat ketulusan seseorang. Tapi cara yang paling efektif adalah pada saat seseorang mengalami musibah. Seperti yang terjadi pada Nenek Haris saat ini. Serangan jantung dan stroke ringan yang dialami Nenek Haris terjadi di waktu yang tidak tepat. Pernikahan Sandi-cucu pertamanya sudah dalam hitungan hari. Ada banyak kesibukan yang harus dilakukan oleh Indah-anak pertamanya bersama dengan anak dan suaminya. Sementara Budi-anak keduanya sibuk mengurus bidak pasar barunya bersama dengan istrinya dan anak ketiga Nenek Haris-Rani kebetulan sedang ada kesibukan di keluarga suaminya.
Jadi ketiga anak Nenek Haris yang harusnya merawat ibunya yang jatuh sakit, justru datang seperti tamu yang menjenguk pasien kenalannya.
“Dika! Gimana Nenek kamu?”
Orang yang pertama datang jelas adalah Indah-anak pertama Nenek Haris yang rumahnya berada dalam satu kota yang sama dengan Nenek Haris.
“Serangan jantung dan stroke ringan. Dokter bilang perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari untuk melihat kondisi Nenek.” Andika menjelaskan.
“Ini pasti karena ulah Budi lagi! Setiap kali minta uang sama Ibu, sakit Ibu selalu kambuh begini! Budi itu!!! Aduh kalo bukan laki sudah aku hajar dia!” Indah-anak pertama Nenek Haris bukannya masuk dan segera melihat keadaan Nenek Haris, justru malah mengomel tak karuan menyalahkan Budi di luar kamar Nenek Haris.
“Biar aku saja yang maju, Bu! Aku sanggup kok ngehajar Paman Budi!” Sandi-anak pertama Indah, ikut terpancing emosi karena ucapan ibunya.
“Sudah, sudah, Bu!” Bimo-suami Indah berusaha menenangkan Indah. “Ini rumah sakit, jangan marah-marah kayak gini, Bu! Malu sama orang-orang!”
Andika tadinya duduk menunggu di dalam bersama dengan Feby untuk menemani Nenek Haris yang terbaring masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tapi ketika melihat ibu dan keluarganya tiba, Andika segera keluar untuk menjelaskan pada Ibu dan keluarganya tentang kondisi Nenek Haris. Dan hasilnya seperti yang Andika katakan pada Feby, keluarganya benar-benar ribut.
“Tunggu di sini saja!” Andika bangkit dari duduknya ketika melihat ibunya.
“Ke-kenapa? Biarkan keluargamu masuk dan aku yang keluar saja.” Feby yang merasa bukan anggota keluarga sadar diri akan statusnya dan bersiap untuk bangkit dari duduknya memberikan privasi pada keluarga Nenek Haris.
“Nanti saja! Keluarga kami itu sangat ribut. Kalo aku biarkan ibuku masuk sekarang, yang ada Ibu hanya akan buat istirahat Nenek terganggu.”
Feby akhirnya paham maksud dari ucapan Andika itu. Keluarga Nenek Haris memang penuh dengan keributan seperti yang Andika katakan dan Feby dapat melihatnya dengan jelas sekarang.
Pantas saja selama ini tiap keluarga Nenek datang, Nenek selalu minta aku pergi. Ternyata mereka semua penuh dengan keributan.