TAK SEKENTAL DARAH

mahes.varaa
Chapter #34

MALAPETAKA FEBY PART 1

Isi surat Nenek Haris tidak panjang. Mungkin karena Nenek sudah tua dan sudah tak lagi bisa menulis seperti dulu, Nenek hanya menuliskan apa saja yang ingin dikatakannya pada Feby. 

Kepada Feby. 

Kalau kamu baca surat ini, itu artinya kamu sudah tahu wasiat Nenek. Maaf soal wasiat itu, Feby. Membuatmu menerima rumahku pasti buat kamu dalam masalah kan? Tiga anakku pasti berusaha keras agar kamu melepaskan hak rumah itu kan? 

Feby menganggukkan kepalanya seolah surat yang digenggamnya dari Nenek Haris adalah Nenek Haris itu sendiri. Ya, Nenek. Mereka sangat-sangat menyulitkanku. Kalo Nenek tahu hal ini akan terjadi, kenapa Nenek memberiku rumah Nenek? 

Bukan tanpa alasan aku beri rumahku padamu, Feby. Rumah itu sudah seperti nyawaku sendiri. Rumah itu dibeli orang tuaku dengan susah payah dan diberikan padaku sebelum aku menikah untuk jaga-jaga jika pernikahanku gagal, aku masih punya rumah untuk pulang. 

Tapi nyatanya pernikahan berjalan dengan baik. Aku berusaha jadi istri dan ibu yang baik. Meski tak bisa dikatakan sepenuhnya berhasil, aku berhasil menjalani pernikahanku sampai akhir hayatku. 

Dua saudaraku yang mana semuanya adalah perempuan, pernikahan mereka semuanya gagal. Maka dari itu, orang tuaku memberiku rumah itu. Dan suamiku tahu alasan dibalik rumah pemberian orang tuaku itu. 

Kamu pasti bertanya-tanya kenapa aku berikan rumahku yang berharga itu padamu dan bukan pada tiga anakku dan cucuku? 

Feby kembali menganggukkan kepalanya. Ya, Nek. Kenapa Nenek berikan rumah itu padaku? 

Setelah sepuluh tahun jadi ‘teman baikku’, apa kamu belum bisa melihat bagaimana watak tiga anakku, Feby? 

Feby kembali menganggukkan kepalanya dan menjawab seolah sedang berbincang langsung dengan Nenek Haris. Aku sudah lihat, Nek. 

Tiga anakku itu pasti tidak akan pernah menyadari bahwa aku sangat-sangat menyayangi rumahku itu. Melihat bagaimana mereka selalu berdebat ketika berkumpul, ketika aku mati, mereka pasti akan segera menjual rumah itu. Kalau hal itu terjadi, tiga anakku itu tidak akan pernah lagi bisa bersama. Setelah semua harta warisan habis, mereka akan sibuk dengan keluarga masing-masing dan berakhir menjadi orang asing. 

Beberapa tahun belakangan ini kamu pasti lihat kan bagaimana tiga anakku itu berdebat ketika bertemu satu sama lain? Kamu pasti lihat bagaimana tiga anakku selalu menyalahkan satu sama lain dan merasa paling benar? 

Hanya dengan melihat mereka, aku sudah bisa melihat bagaimana masa depan mereka. 

Jadi untuk terakhir kalinya sebagai seorang Ibu, aku ingin menjaga hubungan mereka sebagai saudara. Aku tidak ingin rumahku itu dijual apapun yang terjadi, aku ingin rumah itu tetap ada dan jadi tempat berkumpul mereka. Aku ingin kenangan di rumah itu tetap bertahan. Aku ingin mereka bertiga tidak melupakan hubungan keluarga mereka dan ikatan mereka denganku. 

Tapi apalah dayaku, Feby. 

Sejak awal akulah yang bersalah saat membesarkan mereka. Aku mengusahakan segalanya untuk Indah dengan harapan kelak dia akan membantu keluarga saat sukses. Aku memberikan semua kasih sayangku pada Budi dengan harapan kelak di masa depan dia akan melakukan hal yang sama padaku, saudaranya dan pada istrinya. Aku menerima anak-anak Indah saat dia sibuk dan membuat Rani membesarkannya agar kelak Indah bisa menyayangi Rani sama seperti Rani yang menyayangi anak-anak Indah. 

Tapi semua harapanku tak terwujud. 

Lihat selengkapnya