Andika memang anak yang paling diam dari dua anak Indah. Tidak seperti Kakaknya-Sandi, Andika lebih banyak diam. Tapi apa arti dari sikap diam Andika? Andika diam bukan berarti bersikap masa bodoh dengan sejarah keluarganya, tapi Andika menahan diri sekuat tenaganya. Akan lebih baik jika Andika juga melampiaskan semua kekesalannya selama ini pada keluarganya, tapi Andika tidak bisa melakukan itu karena sadar bahwa dirinya hanya anak dan tidak punya hak.
Semakin lama, Andika melihat kelakuan keluarganya semakin memburuk saja. Keluarga yang Andika maksud bukan hanya ayah, ibu dan kakaknya saja, tapi juga saudara-saudara ibunya, yakni paman dan bibinya. Sejak lama Andika sudah sadar bahwa ibunya tak akan pernah akur dengan dua saudaranya. Andika tak pernah berharap mereka semua akan akur, tapi ketika Neneknya jatuh sakit, Andika sedikit berharap bahwa ibunya dan dua saudaranya akan berhenti berdebat satu sama lain.
Tapi harapan Andika tak pernah terjadi.
Andika yang sempat mengira keluarganya akan berubah dengan neneknya yang jatuh singkat, harus membuang jauh harapannya karena yang terjadi justru sebaliknya: perdebatan itu semakin memanas.
Tak ada hari tenang bagi Andika ketika perdebatan ibunya dengan dua saudaranya terjadi. Rumah penuh dengan omelan ibunya, ditambah lagi Ayah dan Kakaknya bukannya menenangkan ibunya, justru jadi kompor untuk Ibunya.
Ketenangan yang Andika cari dalam keluarganya, tak pernah ditemukannya. Tapi suatu hari Andika menemukannya. Ketika Neneknya jatuh sakit, Andika memilih untuk tinggal di rumah Neneknya untuk merawatnya. Pekerjaan itu harusnya dilakukan oleh Ibu, Paman atau bibinya. Tapi mereka semua berdalih sibuk ini dan itu, padahal ketika berhubungan dengan uang dan tanah warisan, mereka semua selalu maju paling depan.
Ada alasan lain kenapa Andika memilih merawat Neneknya, alasan itu adalah Feby. Sewaktu di rumah sakit saat Neneknya sakit, Andika melihat bagaimana Feby terus datang dan menjaga Nenek bahkan ketika dirinya bukan keluarga dari Neneknya. Feby menarik perhatian Andika. Dan semakin Andika mengenal Feby, Andika semakin dapat melihat alasan Neneknya sangat menyayangi Feby.
Feby bukanlah keluarga. Tak ada darah yang menghubungkannya dengan neneknya. Feby hanyalah anak muda tetangga depan rumah Nenek yang kebetulan di masa lalu pernah ditolong Neneknya. Tapi dari Feby, justru perasaan kekeluargaan yang Andika cari muncul. Ketenangan dalam keluarga yang Andika cari justru muncul saat bersama dengan Feby. Hari-harinya tinggal di rumah Neneknya, menjadi hari-hari terbaik dalam hidupnya.
Feby bukanlah keluarga, tapi justru ikatan kekeluargaan muncul dengan adanya Feby.
“Kamu akhirnya tahu kenapa Nenek sangat kekeh milih tinggal di rumah ini kan, Andika?” Suatu hari saat Andika menemani Neneknya berjemur setelah bertemu dengan Feby, Neneknya mengatakan hal itu pada Andika. “Bersama dengan Feby, hidup Nenek serasa tenang. Kelihatannya cuma hal sederhana, tapi justru kesederhanaan inilah yang enggak dimiliki oleh ibumu, pamanmu dan bibimu, Andika. Hidup Nenek sudah enggak lama lagi, jadi seenggaknya Nenek ingin merasakan ketenangan seperti ini dalam tahun-tahun terakhir Nenek.”
Meski tidak membalas ucapan Neneknya, jauh dalam hatinya Andika setuju dengan ucapan Neneknya.
Apa yang dilakukan Feby nyatanya memang sederhana. Kalau sedang terburu-buru, Feby hanya sekedar menyapa Nenek Andika. Kalau punya waktu luang, Feby akan meluangkan waktunya, mendengar cerita Nenek atau menceritakan hari-harinya pada Nenek Andika. Kalau Nenek belum makan, Feby akan mengajak makan sekaligus menemani Nenek makan. Kalau Nenek sakit, Feby akan merawat Nenek seperti Neneknya sendiri. Kalau sedang bosan, Feby akan menemani Nenek untuk berkebun atau sekedar duduk berjemur dengan Nenek.
Yang Feby lakukan memang sangat sederhana. Tapi apa yang Feby lakukan, memang tidak bisa dilakukan oleh Ibu, Paman dan Bibi Andika. Itulah yang Andika sadari setelah tinggal di rumah Neneknya.
Miris memang. Keluarga dengan ikatan darah, harusnya punya hubungan yang kuat, ikatan yang kuat. Tapi dalam kasus keluarganya, Andika menyadari ikatan darah di keluarganya tak bisa mengalahkan arti Feby di mata Neneknya. Bahkan di hari kematian Nenek, keluarga Andika masih saja berdebat ini dan itu. Keluarga yang Andika miliki sama sekali tidak berduka dengan kematian Neneknya dan justru saling memukul satu sama lain karena merasa dirinya paling benar.
Meski Nenek tak pernah mengatakannya secara langsung, Andika tahu kalau Nenek lebih menghargai ikatannya dengan Feby daripada ikatannya dengan tiga anaknya dan hal itu dibuktikan dengan wasiat yang Neneknya tinggalkan.
“Rumah ini diwariskan Nenek Haris pada Nona Feby.”
Andika sudah menyadari jika Neneknya mungkin akan memberi sedikit warisannya pada Feby mengingat selama sepuluh tahun terakhir hidupnya, Feby-lah yang selalu menjaga Nenek dan membuat hidupnya bahagia. Tapi Andika benar-benar tidak mengira jika Neneknya akan memberikan warisan terbesarnya pada Feby dan bukan pada tiga anaknya.
Nenek, kenapa Nenek malah berikan rumah ini pada Feby? Saat mendengar wasiat yang disampaikan dari pengacara keluarganya, beberapa pertanyaan muncul dalam benak Andika. Kenapa Nenek berikan rumah ini pada Feby? Apa Nenek tahu akibat dari wasiat Nenek ini, Feby yang sudah menjaga Nenek akan terseret dalam kemelut tiga anak Nenek dan jadi sasaran tiga anak Nenek? Karena Nenek, hidup Feby tidak akan bisa tenang mulai hari ini! Sebenarnya apa tujuan Nenek berikan rumah ini pada Feby?
Bukannya Nenek bilang Nenek sayang pada Feby? Kalo memang Nenek sayang pada Feby, harusnya Nenek enggak berikan rumah ini pada Feby dan buat Feby terseret dalam kemelut keluarga ini!
“Lepaskan hak warismu, Feby!”