“Pagi!” Diratama menyapa mahasiswanya sekaligus memberikan tanda kedatangannya. Sapaan itu juga membuat semua mahasiswa yang tadi duduk berkelompok membahas tentang apa yang terjadi pada Jakti langsung kembali ke tempat duduknya semula.
“Selamat pagi, Pak.”
Diratama berjalan ke mejanya, meletakkan tas dan lembar ujian yang dibawanya, kemudian menghadap ke arah mahasiswanya. Diratama melihat ke arah seluruh mahasiswanya sembari menghitung jumlah mahasiswanya dengan hitungan cepat. 43 orang, kurang 1.
“Apa kalian sudah siap??” Diratama mencoba untuk mencairkan suasana tegang karena ujian akan dimulai.
“Siap, Pak!!” Satu orang mahasiswa menjawab dan diikuti oleh mahasiswa-mahasiswa yang lain.
Diratama kemudian membagikan lembar soal dan lembar jawaban ke meja paling depan dan memintanya untuk mengoper lembar soal dan lembar jawaban itu ke belakang. Sekali lagi … Diratama mencoba menghitung jumlah mahasiswanya dan hasilnya tetap sama: 43 mahasiswa dan bukan 44 mahasiswa. Sementara mahasiswanya mengoper lembar soal dan lembar jawaban, Diratama mengajukan pertanyaan. “Siapa yang tidak hadir hari ini? Kenapa jumlah kalian ganjil?”
Salah satu mahasiswa mengangkat tangannya dan memberikan jawaban untuk pertanyaan Diratama. “Jakti tidak hadir, Pak.”
Diratama memiringkan kepalanya karena melupakan hal penting. Ah … rupanya anak itu harusnya ikut kelasku hari ini. Aku lupa soal itu.
“Baiklah kalau begitu.” Diratama melihat jika lembar soal dan lembar jawaban telah dibagikan secara merata. “Selamat mengerjakan semua.”
Waktu ujian adalah 120 menit. Dan selama 120 menit menunggu itu biasanya digunakan oleh Diratama untuk berdiri di dekat kursi paling belakang sembari memantau gerakan dan gelagat dari mahasiswanya. Bagi dosen atau guru, menunggu selama ujian adalah pekerjaan yang membosankan karena satu kesalahannya mungkin bisa memberikan peluang bagi mahasiswanya untuk mencontek. Tapi jika duduk di belakang, Diratama bisa mengerjakan sesuatu untuk membunuh rasa bosannya sembari memperhatikan gerakan dan gelagat mahasiswanya selama ujian. Cara ini terbukti ampuh karena selama Diratama berjaga, mahasiswanya selalu tenang selama ujian.
“Bagaimana ujiannya??”
Terkadang … waktu yang diberikan untuk ujian lebih dari cukup untuk mengerjakan ujian dengan baik, sama seperti ujian hari. Hanya dalam waktu 60 menit atau separuh dari waktu yang diberikan, semua mahasiswa telah selesai mengerjakan ujiannya dan mengumpulkan lembar jawaban di meja dosen di mana Diratama kini sedang duduk.
“Lucky, soalnya tidak sesulit apa yang saya pikirkan, Pak.” Salah satu mahasiswa Diratama memberikan jawabannya untuk pertanyaan Diratama.
“Ya soalnya memang tidak susah, tapi jawabannya yang susah.” Mahasiswa lain menjawab dan mendengar jawaban itu semua mahasiswa di kelas Diratama spontan tertawa bersamaan.
“Hahahaha!!”
Diratama mengangkat tangannya ke atas untuk isyarat berhenti tertawa kepada semua mahasiswanya. Dan ketika semua mahasiswanya berhenti tertawa, Diratama tersenyum dan berkata, “Melihat kalian menyelesaikan ujian hanya dalam waktu satu jam lamanya, Bapak harap nilai kalian A semua.”