Ternyata kantor cabang yang dituju oleh Junaedi bukan hanya satu kantor cabang saja. Selama satu tahun, Junaedi berpindah-pindah kantor cabang sebanyak tiga kali. Kantor cabang pertama adalah kantor cabang di kota J di arah yang berlawanan dengan tempat tinggal Junaedi di kota C. Di kota J, Junaedi bekerja selama enam bulan lamanya.
Enam bulan terlewati, Junaedi kemudian dipindahkan ke luar pulau. Di kota K di luar pulau, Junaedi bekerja selama tiga bulan lamanya sebelum akhirnya kembali ke kota J.
Selama sembilan bulan berpindah-pindah tempat, ada beberapa wanita yang menarik perhatian Junaedi. Beberapa diantaranya sempat menjadi kekasih dari Junaedi meski hanya untuk waktu yang singkat dan beberapa lainnya menilai Junaedi adalah pria yang kurang mapan untuk jadikan sandaran hidup karena hanya bekerja menggunakan setir lurus dan bukan setir bulat.
Baru seminggu kembali ke kota J, Junaedi kemudian dipindahkan ke kota M karena kantor cabang M mengalami penurunan dalam penjualannya.
“Hebat sekali kerjamu, Junaedi. Dalam waktu sembilan bulan, kau sudah berpindah-pindah cabang dan dipercaya untuk memperbaiki cabang yang hasil penjualannya terus menurun. Tidak lama lagi, kau pasti naik jabatan, Juna!” Salah satu rekan Juanedi di kota M-Purwanto memberikan pujiannya kepada Junaedi.
“Ah itu … saya hanya kebetulan beruntung saja. Tuhan sedangberpihak pada saya dan membantu semua jalan dan langkah yang saya ambil.” Junaedia menjawab dengan merendah. Ini pasti karena doa Emak. Tuhan mendengarkan doa Emak dan melancarkan setiap jalan yang aku pilih. Aku yakin itu.
“Kau bisa saja, Junaedi.”
Junaedi yang baru sampai di kota M bertemu dengan rekannya- yang di kota J bernama Purwanto yang lebih dulu dipindahkan ke kota M beberapa bulan yang lalu. Berkat Purwanto, pindahan Junaedi kali ini sedikit lebih lancar dari pada harus pindah ke luar pulau yang membutuhkan sedikit usaha untuk menemukan tempat tinggal sementara di sana.
“Untung saja … kamu menghubungiku lebih cepat. Jika terlambat satu hari saja, mungkin kamar kos di kosanku sudah diisi oleh orang lain.” Purwanto bicara lagi.
“Syukurlah aku masih beruntung, kalau bukan ka-“ Tiba-tiba … Juanedi menghentikan ucapannya karena kedua matanya tidak sengaja melihat ke arah apotek yang dilewatinya menuju kosan bersama dengan Purwanto.
“Kenapa diam, Jun??” Purwanto yang bingung memukul pundak Junaedi hingga membuat Junaedi tersentak.
“I-i-tu … a-ada gadis cantik keluar dari apotek itu!” Junaedi bicara dengan jujur dan sedikit gugup. Untuk pertama kalinya, Junaedi menemukan gadis yang benar-benar menarik perhatiannya dan membuat dunianya terhenti untuk sejenak.