Gilang mengakhiri penjelasannya dan Diratama memberikan kesempatan lain bagi mahasiswanya untuk mengemukakan pendapatnya. “Apa ada yang lain? Apa mungkin ada pendapat lain yang berbeda dari pendapat Gilang dan Dara?”
Satu persatu mahasiswa Diratama mulai mengacungkan tangannya dan memberikan pendapatnya kepada Diratama dan mahasiswa lainnya.
“Saya menilai surga di kaki ibu hanya dimiliki oleh kisah ketiga … ” Aldo mengemukakan pendapatnya.
“Saya setuju dengan pendapat Dara dan Gilang … “ Linda mengemukakan pendapatnya.
“Menurut saya, Ibu yang tepat untuk dihormati adalah Ibu dari kisah ketiga … “ Kali ini giliran Ruri yang mengemukakan pendapatnya.
“Saya suka bagaimana Ibu dari kisah ketiga memberikan pengertian kepada anak-anaknya. ‘Ibu juga manusia yang bisa berbuat salah’, secara pribadi saya suka dengan kalimat itu. Selama ini … saya jarang sekali menemukan ibu yang mau bersikap seperti itu kepada anak-anaknya. Kebanyakan Ibu yang saya temui termasuk Ibu saya sendiri, ingin dihormati, ingin dipatuhi seolah mengatakan bahwa Ibu selalu benar dan anak selalu salah. Jarang sekali ada Ibu yang mengatakan maaf lebih dulu kepada anaknya ketika berbuat salah, tapi selalu menuntut maaf dari anaknya ketika anaknya berbuat salah meski itu hanya kesalahan kecil sekalipun. Menurut saya … sudah lumrah namanya jika orang tua dalam kisah ini adalah ibu lebih banyak tahu dan lebih banyak benar. Ibu hidup lebih dulu dari anak-anaknya dan jelas punya pengalaman yang lebih banyak dari anak-anaknya. Tapi tidak menutup kemungkinan, Ibu melakukan kesalahan dan anak yang membenarkan. Karena teknologi dan jaman yang selalu berkembang, anak-anak tentu mendapatkan pendidikan yang lebih dari orang tunya. Pola pikir anak akan lebih maju dari orang tuanya karena tuntuntan yang lebih tinggi ketika jaman dan teknologi berkembang. Maka dari itu … ada kalanya pikiran anak lebih fleksibel dan terbuka daripada orang tuanya ketika menghadapi masalah. Jadi … saya benar-benar suka dengan cara ibu dari kisah ketiga yang secara tidak langsung menghormati anak-anaknya meski dia seorang ibu.” Olivia memberikan pendapatnya.
“Jujur saya katakan, Pak. Jika sebelum dilahirkan saya bisa memilih orang tua, saya akan memilih ibu dari kisah ketiga untuk hidup di dunia, Pak. Kehidupan Ibu dari Fitri memang sulit dan berat. Tapi anak-anaknya punya kesempatan besar meraih surga jika berbakti kepada ibunya. Saya melihat Ibu Fitri benar-benar tulus dan ikhlas dalam membesarkan anak-anaknya. Saya juga yakin ketika anak-anaknya sukses, Ibu Fitri tidak akan memberikan banyak tuntutan seperti Ibu Junaedi-Annah.” Alia mengemukakan pendapatnya.
“Jika melihat tiga ibu dari tiga kisah yang Bapak ceritakan … “ Argiya mengemukakan pendapatnya. “Saya akhirnya sadar surga di telapak kaki itu hanyalah kiasan. Tak selamanya surga berada di kaki ibu. Kiasan itu … hanya berlaku untuk Ibu yang benar-benar membesarkan anaknya dengan tulus, ikhlas dan tanpa meminta pamrih ketika anaknya dewasa. Sayangnya kiasan itu berubah menjadi doktrin dan keyakinan bahwa surga akan selalu berada di kaki ibu. Itulah yang terjadi pada Junaedi yang selalu menuruti keinginan ibunya meski keinginan itu melewati batas privasi dan kehidupan dari Junaedi.”