TAKDIR

budi setiawab
Chapter #2

Chapter tanpa judul #2


KOH LIEM dan Cik Lan tentu sangat bahagia ketika mendapati anaknya, Melian, selamat dari kebakaran besar yang menghanguskan seluruh Pasar Gombrang. Bagaimana tidak, pasar yang terbakar hingga ludes tanpa menyisakan apa-apa, hanya abu dan puing-puing bangunan, namun anak kecil berumur satu tahun yang bernama Melian itu selamat dalam bungkusan selembar kain. Tidak terjilat oleh api sama sekali. Bahkan bau sangit dari asap pun tidak ada. Memang aneh, tetapi itulah kuasa Tuhan Yang Maha Ajaib. Tidak hanya ayah ibunya yang keheranan, tetapi semua warga Pasar Gombrang, maupun orang-orang yang melihat hal aneh ini. Sangat mengherankan.


  Bagi Koh Liem maupun Cik Lan, sebagai orang tua Melian, keajaiban keselamatan anaknya itu tidak pernah dibahas sampai ke hal yang tidak bisa dinalar. Yang penting anaknya selamat. Namun bagi para pedagang, teman-teman Cik Lan, teman-teman Koh Liem, para pedagang di Pasar Gombrang, mereka selalu menanyakan masalah keselamatan Melian, karena mereka menganggap peristiwa ini benar-benar ajaib, tidak masuk akal. Ada yang mengatakan diselamatkan oleh malaikat, ada pula yang bilang Koh Liem dan cik Lan itu orang baik, selalu menurut perintah Tuhan, rajin berdoa, makanya Tuhan selalu memberikan rejeki yang berlimpah. Contohnya saja, belum lama ini Cik Lan mendapat hadiah kalung liontin cantik dari bank, terus satu bulan sebelumnya, Koh Liem menang undian sepeda motor dari promo bungkus kopi yang dikirim hanya asal-asalan ngirim saja, bahkan setelah Koh Liem menikah dengan Cik Lan, dagangannya di pasar laris manis, selalu ramai pembeli. Tetapi ada juga yang mengaitkan dengan cerita klenik. Namanya juga orang banyak, pendapatnya berbeda-beda, pikirannya lain-lain, pandangannya tidak sama. Ada yang bilang kalau Melian itu dilindungi oleh makhluk gaib dari Gunung Kawi, dulu ayahnya Koh Liem sering meminta berkah di Gunung Kawi, makanya Melian tidak mempan dibakar api. Ada lagi yang suka klenik, suka memasang jimat-jimat, suka dengan takhayul, maka orang-orang ini datang menemui Koh Liem, minta sobekan kain yang membungkus tubuh Melian waktu kebakaran, akan dijadikan jimat, akan dijadikan kekuatan, akan dijadikan aji-aji. Tidak hanya satu orang yang minta kain itu, tetapi banyak. Rata-rata mereka akan menggunakan sobekan kain itu sebagai jimat penglaris dagangannya. Harapannya, dagangan bisa laris dan selamat jika terjadi kebakaran lagi. Akhirnya Koh Liem memotong-motong kain yang kemarin membungkus tubuh Melian, menjadi bagian kecil-kecil, lantas dibagi-bagikan ke orang-orang yang meminta. Toh hanya kain biasa saja yang ada di kiosnya.


  Setelah peristiwa kebakaran Pasar Gombrang, pihak kepolisian melakukan olah TKP. Hasil investigasi telah menetapkan Pak Samin sebagai orang yang harus bertanggung jawab. Karena kelalaian Pak Samin yang menyalakan kompor di gerobak mi ayam dan ditinggal pergi, lantas kompor tersebut meledak dan mengakibatkan kebakaran, maka Pak Samin ditangkap oleh pihak kepolisian untuk menjalani hukuman.


  Sebenarnya pernah terdengar desas-desus, jika kebakaran Pasar Gombrang itu disengaja. Pasalnya, Pasar Gombrang akan dibangun menjadi shopping center terbesar di Kota Jenang. Beberapa waktu yang lalu sudah pernah dilakukan pertemuan antara perwakilan pengurus paguyuban pedagang pasar dengan pihak pemerintah, yang intinya akan memindahkan pedagang Pasar Gombrang. Namun para pedagang tidak setuju. Mereka menolak. Tiba-tiba, hari Minggu itu, beberapa pekan setelah pertemuan orang-orang pasar dengan pemerintah, Pasar Gombrang mengalami Kebakaran. Tentu semua pedagang curiga. Apalagi penjual mi ayam itu seakan sengaja menyalakan kompor dan ditinggal pergi begitu saja.


  Akibat dari kebakaran di Pasar Gombrang, tentu para pedagang mengalami kerugian yang tidak sedikit. Barang dagangannya terbakar, kiosnya ludes dilalap api, dan tidak dapat berjualan lagi. Yang terlihat di pasar, kini hanya puing-puing reruntuhan bangunan pasar yang sudah menjadi abu dan arang. Waktu itu, hanya sedikit saja barang dagangan yang bisa diselamatkan, dibawa lari keluar oleh pemiliknya. Saat di tumpuk di pinggir jalan, eeh, masih ada yang tega mengambil, dicuri tangan setan. Namun kebanyakan, para pedagang tidak bisa menyelamatkan barang dagangan, karena api yang cepat membesar. Barang habis, modal habis. Mereka pasrah. Tidak bisa apa-apa lagi.


  Yang lebih menyakitkan lagi, sudah lebih dari seminggu, para pedagang tidak boleh masuk ke area pasar. Pagar pasar diberi pita kuning oleh polisi, ada tulisan "Dilarang melintas". Setiap ada orang yang akan masuk, Pak Lurah Pasar langsung membentak, "Tidak boleh masuk!" begitu katanya. Padahal niat para pedagang, mereka akan membersihakan kios dan lapaknya, ingin menata lagi tempatnya. Mereka ingin berjualan lagi.


  "Kami mau bersih-bersih, Pak." kata seorang laki-laki yang ingin masuk.


  "Tidak boleh!" bentak Lurah Pasar yang berdiri di depan garis kuning, menjaga pasar.


  "Tapi kami ingin menata tempat jualan, Pak." kata orang yang sudah mencoba mau menerobos masuk.


  "Pokoknya, tidak boleh! Kalau berani masuk, saya tangkap, saya laporkan polisi!" bentak Lurah Pasar yang menyeret tangan orang itu agar keluar.


  "Waaalaaah .... Lha, terus sampai kapan kami menganggur?" kata laki-laki itu.


  "Itu masalahmu sendiri, bukan urusanku!" kata Lurah Pasar ketus.


  Tentu para pedagang merasa jengkel. Mereka menganggur, dagangannya ludes, tidak bisa berjualan lagi, tidak punya penghasilan, tidak bisa makan. Mau membersihkan dan menata tempat jualannya saja, tidak diperbolehkan masuk. Ibarat kata,orang sudah susah masih dipersulit untuk berusaha.


  Pagi harinya, beberapa orang pedagang mencoba berjualan di pinggir jalan, di depan Pasar Gombrang. Mereka pedagang sayuran. Tentu sepi, karena pembeli belum ada yang tahu. Pagi harinya, yang berjualan bertambah banyak. Pembeli sudah mulai berdatangan. Suasana lebih ramai. Pagi berikutnya lagi, pedagang bertambah lagi. Tidak hanya jualan sayuran, tetapi sudah beraneka macam dagangan. Pembeli lebih ramai. Suasana jalan di depan Pasar Gombrang pun menjadi penuh sesak. Akibatnya, lalu lintas menjadi macet.


  "Tidak boleh berjualan di sini! Bubar ..., bubar ..., bubar ...!" Lurah Pasar membentak-bentak, menyuruh para pedagang bubar.


  "Kami mencari nafkah, kenapa dipersulit?!" kata seorang pedagang sayur, yang pertama kali mulai jualan.


  "Kami tidak mencuri, jangan diusir!" yang lain ikut membentak Lurah Pasar.


  "Beri kami kesempatan untuk berusaha." kata seorang perempuan yang berjualan di depan pintu pasar.


  "Tidak boleh ...! Mengganggu ketertiban ...!" sergah Lurah Pasar, yang mulai mendorong pedagang.


Lihat selengkapnya