Semalam, sebelum Si Mbok pulang, Ndoro Bagus bilang, makan malamnya nunggu Ndoro Ayu. Tapi pagi tadi, Mbok lihat makanannya masih utuh, kayak semalam pas Si Mbok tinggal.”
Adhis memaksakan senyum di wajahnya, “Iya, Mbok, mendadak kami pengen angkringan, jadi yo wes lah, masakan Mbok Jum nganggur.”
Mbok Jum tersenyum, kemudian berlalu, Adhis bergegas menghabiskan sarapannya, ia ingin segera pergi sebelum Raka bangun dan kembali memaksanya pergi ke acara keluarga Adhitama.
Seperti halnya rumah milik keluarga Adhitama, rumah Keluarga Eyang Baskoro Narendra pun tak kalah luasnya. Bahkan sejak aset Eyang Baskoro dikelola oleh Ayah Bima, bukan hanya rumah yang bertambah luas, tapi juga perkebunan milik keluarga Narendra menjadi semakin luas. Sehingga warga yang dulunya bekerja pada Eyang Baskoro, kini anak serta cucunya bisa tetap bekerja disana, bahkan dengan prospek yang lebih menjanjikan.
Dan Bima tetaplah Bima, ia tak seperti kacang yang lupa akan kulitnya,impiannya sangat sederhana, yakni bisa berada di tengah-tengah keluarga besarnya. Keinginan itu terwujud tak lama setelah pernikahannya dengan Sherin, istrinya tersebut sangat memahami kondisi Bima yang sejak anak-anak tinggal di panti asuhan. Maka ketika mereka resmi menikah, dua tahun sesudahnya Bima memboyong keluarga kecilnya tinggal di Yogyakarta, tentu dengan seizin Ibu mertuanya.
Jika ibundanya Sherin merestui keinginan Bima memboyong keluarganya ke Yogyakarta, tidak demikian dengan Andre Geraldy. Sahabat baik, dan mungkin lebih dari sekedar saudara bagi Bima. Kedua pemuda itu telah banyak menghabiskan waktu bersama, kuliah di tempat yang sama, hingga bekerja pun di tempat yang sama.
Maka tak heran Andre adalah seseorang yang menentang keras keputusan Bima untuk hengkang dari Twenty Five Hotel.
Hingga membuat keinginan Bima sedikit tertunda, hanya karena Andre tak memberinya izin pergi. Sungguh terlalu berat bagi Andre untuk berpisah dengan Bima. Entah kenapa Andre bersikap demikian, padahal terhadap kakak kembarnya ia biasa saja, padahal mereka pernah terpisah selama 13 tahun.
Dan begitulah, walau berat, pada akhirnya Andre harus bisa menghargai keinginan sahabatnya. Walau terpisah jarak, namun nyatanya keduanya bisa tetap berhubungan baik hingga saat ini.
“Assalamualaikum,” ucap Adhis ketika melangkahkan kakinya memasuki rumah kedua orang tuanya.
Sepi, tak ada jawaban, “Bunda … “ seru Adhis.
Adhis langsung saja melewati pendopo menuju ruang keluarga. Walau Ayah Bima merenovasi beberapa bagian rumah utama, namun yang orisinil dan asli peninggalan leluhur mereka, tetap terjaga dengan rapi. “Eh, Ndoro Ayu.”
“Kemana?”
“Walah, Ndoro tidak bilang, cuma semalam sepintas dengar, katanya mau ada tamu dari Jakarta.”
“Tini, Bunda dan Ayah kemana?”
“Oh, Ndoro kakung dan Ndoro Putri sedang tindak,” jawab Tini dengan bahasa campuran.
Adhis mengangguk paham, jika sudah disebutkan demikian, mungkin salah satu teman Ayah Bima yang datang berkunjung.
Adhis hendak menuju kamarnya, ketika terdengar suara tamu yang meminta izin masuk, Adhis meletakkan tasnya di kamar tak lupa ia menggulung rambut panjangnya agar rapi, “siapa, Tin?”
“Oh itu, Ndoro Ayu, katanya anaknya temen ndoro Kakung, udah datang duluan.”