Umar ibn Al-khaththab r.a. berkata, “Suatu hari kami duduk bersama Rasulullah Saw. Muncul seseorang berpakaian putih di hadapan kami. rambutnya hitam sekali dan tidak tampak tanda-tanda telah melakukan perjalanan jauh. Tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. dia langsung duduk menghadap Rasulullah Saw. lututnya ditempelkan ke lutut Rasulullah dan kedua telapak tangannya diletakkan di atas paha Rasulullah Saw., seraya berkata, ‘Ya Muhammad, beri tahu Aku tentang Islam.’ lalu Rasulullah Saw. menjawab, ‘Islam ialah bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah adalah utusanNya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu.’ Kemudian dia bertanya lagi,‘kini, beri tahu aku tentang iman.’ Rasulullah Saw. menjawab, ‘Beriman kepada Allah, malaikatmalaikatNya, kitabkitabNya, rasulrasulNya, Hari Akhir, dan beriman kepada takdir yang baik ataupun yang buruk’” (HR Muslim).
Beriman kepada takdir Allah merupakan bagian dari rukun iman. Menurut hadis tadi, beriman kepada takdir terletak pada urutan terakhir. Meskipun demikian, iman kepada takdir menduduki posisi yang sangat penting dalam bangunan keimanan seseorang. dalam sebuah hadis, Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak beriman seseorang hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah dan yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya” (HR Al-Tirmidzi dan ahmad).
Keyakinan yang salah terhadap takdir mengindikasikan adanya kesalahan dan kurangnya pemahaman terhadap rukun-rukun iman yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang tidak meyakini adanya takdir berarti juga menyalahi ayat-ayat Allah tentang takdir, mengingkari kekuasaan Allah dalam menentukan takdir, dan menyalahi hadis-hadis Rasulullah Saw. tentang takdir.
Keimanan yang benar terhadap takdir dibangun atas empat asas atau terbagi ke dalam beberapa periode, yaitu:
Ilmu Allah meliputi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengetahuan Allah. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Allah tidak terikat oleh waktu sehingga apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi telah diketahui oleh Allah.
Tidak ada yang tersembunyi bagiNya sekalipun sebesar zarrah, baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dariitu atau yang lebih besar, semuanya jelas tertulis dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfûzh). (QS Saba’ [34]: 3)
Ilmu juga berarti bahwa semua takdir yang telah tertulis didasarkan atas ilmu Allah. Manusia tidak akan pernah mampu memahami keseluruhan ilmu Allah. Perumpamaan ilmu manusia dibandingkan dengan ilmu Allah bagaikan setetes air dalam samudra luas tanpa batas. Dengan pemahaman tersebut, manusia tidak akan meragukan adanya takdir Allah. Satu hal yang harus kita yakini adalah bahwa semua takdir yang telah ditetapkan Allah pasti mengandung kebaikan untuk makhluk-makhluk-Nya.