“Ohaiyou. ” Kirana tersenyum menyapa Kireina. Dua orang dengan rentang usia berbeda ini memang memiliki nama yang hampir sama. Namun, keduanya memiliki panggilan masing-masing. Kirana biasa dipanggil dengan sapaan Rana, sedangkan Kireina lebih sering dipanggil Rei.
Wajah pucat itu tersenyum menyambut Rana, “Ohaiyou Na-chan.”
Perasaan tidak karuan selalu dirasakan Rana saat melihat Rei. Dia adalah sosok gadis kecil yang sangat hebat. Parasnya selalu tersenyum di balik penderitaan rasa sakit. Kondisi tersebut bahkan semakin memburuk setiap hari. Tapi terlepas dari keadaan itu, semangatnya selalu membuat Rana malu.
“Na-chan, aku tidak mau beristirahat. Jika mataku tertutup aku tidak tahu apakah masih bisa membuka atau tidak. Jadi, lebih baik aku tidak perlu menutup mata untuk beristirahat. Aku harus melihat dulu Akira menikah.”
Itu yang selalu diucapkan Rei setiap kali Rana menyuruh untuk beristirahat. Sejak hari di mana untuk pertama kali Rei mengatakan itu, hati Rana pun merasa terketuk.
Kedekatan antara keduanya terjalin. Seolah yang berkuasa atas langit dan bumi saja sengaja mempertemukan. Seakan satu dengan lainnya saling melengkapi. Seperti kenyataan bahwa Rana anak pertama dan Rei anak terakhir. Kemudian, Rei sebagai seorang anak kecil pengidap penyakit mematikan. Namun, tetap semangat dalam menjalani hidup. Sedangkan Rana, seorang yang sudah dewasa, akan tetapi benci akan kehidupan dan selalu berpikir untuk mengakhiri semua dengan kematian.
“Bodoh! Aku memang bodoh!” kata hati Rana.
Seorang gadis kecil berumur sembilan tahun berusaha untuk tetap bertahan hidup. Namun, ia justru ingin sekali terhempas dari dunia ini. Menghilang dan melebur seperti debu yang dibawa angin.
Kepergian Rana dari Indonesia ke Jepang hanyalah sebuah pelarian. Ia ingin mencoba memulai sesuatu yang baru dan terlepas dari masalah. Padahal dirinya sendiri tahu, Jepang adalah negara dengan tingkat kedisiplinan tinggi. Untuk bisa menjadi seorang perawat seperti sekarang ini, ia harus melalui perjuangan cukup keras.
Semua dimulai dari nol atau bisa dibilang pendidikan di Indonesia menjadi seorang sarjana hanyalah membuka pagar untuk sampai ke Jepang. Sedangkan di depannya, Rana masih harus menapaki batu kerikil, membuka pintu yang masih terkunci, ada juga anak tangga yang harus dilalui. Yah, mungkin seperti itu kiasan untuk menggambarkannya.
Rei adalah pasien istimewa untuk Rana. Dia memiliki seorang kakak bernama Akira, yang bekerja keras untuk membiayai pengobatannya. Itu pula yang membuat Akira tidak mempunyai banyak waktu untuk berada disamping Rei. Akira dan Rei hanya menjalani hidup berdua karena kedua orang tuanya telah meninggal sejak mereka masih kecil.
“Na-chan, apa nanti kamu akan menemui Akira-kun ?” tanya Rei pada Rana yang sedang sibuk memeriksa kondisinya.
Rana menanggapi Rei dengan senyuman. Karena Akira tidak mempunyai banyak waktu untuk Rei, maka Rana lah yang menjadi penghubung di antara mereka. Ia selalu sengaja menemui Akira dan memberitahu tentang keadaan Rei.
“Aku ingin kamu memberikan ini untuk Akira-kun.”
Rei memberikan selembar kertas pada Rana. Di dalamnya terdapat sebuah gambar sepasang insan bersanding. Pada kedua jari kelingking mereka terikat garis berwarna merah. Di bawahnya tertulis Kirana dan Akira dalam tulisan kanji. Rana tersenyum kecil melihat gambar itu.
“Apa maksud gambar ini Rei?” tanya Rana.
“Aku ingin Akira menikah denganmu, Na-chan. Kamu mau kan menjadi kakak untuk diriku?”
Gadis kecil itu sungguh polos. Rana kembali tersenyum dan segera menyuruhnya istirahat. Ia juga berjanji akan segera memberikan gambar itu pada Akira sepulang kerja.
Rana berjalan di koridor. Pertanyaan Rei pun masih terus terulang-ulang di pikiran. Dirinya sendiri masih bingung dengan apa yang dirasakan pada Akira. Sejauh ini Akira memang orang yang baik dan mampu membuat tenang. Tak jarang dia juga menciptakan lengkungan di bibir manisnya. Namun, Rana masih terlalu takut mempercayai seseorang. Karena akan ada waktu di mana suatu saat air mata mengalir. Seperti orang-orang yang dipercayai Rana sebelumnya.
“Huh!” Embusan napas mewakili perasaan lelah.