Takdir Cinta Rania

LadyRose
Chapter #1

Kehilangan dan Terusir

Sore itu di lokasi pemakaman di suatu desa, sejumlah warga baru saja pulang dari situ. 


Hujan rintik-rintik membasahi tubuh ringkih Rania yang sedang duduk disisi makam, dia baru saja menaburi bunga diatas pusara yang baru saja ditutup.


" Mas Elang, kenapa kamu secepat ini ninggalin aku" desisnya lirih penuh kepedihan lalu isak tangis keluar dari bibir yang tampak pucat sembari melihat pilu pada batu nisan.


Suaminya baru saja dimakamkan, lelaki itu meninggal karena kecelakaan lalulintas saat mengendarai sepeda motor ada truk yang menabraknya. Disamping Rania duduk wanita paruh baya yang juga terlihat bersedih.


Rombongan warga yang lain, sebagian besarnya sudah beranjak pergi dari situ, tapi masih ada sekitar dua atau tiga orang yang tetap tinggal.


Mereka saling berbisik-bisik pelan, takut ketahuan Rania dan ibunya.


" Eh, si Rania itu sepertinya wanita pembawa sial, sudah tiga kali menikah dan suaminya meninggal semua, aku heran padanya" ujar wanita yang memakai baju rok coklat tua, bernama Mirna. Paras wanita itu tampak sinis dan geram memandangi Rania.


" Iya Mir, keponakan aku yang menjadi korban kesialan perempuan itu" balas Sumi dengan raut muka penuh emosi, yang berdiri di sebelah Mirna.


" Sudahlah, mendingan kita pulang sekarang hari sudah sore dan hujan semakin deras" desak Sumi pada tetangganya.


Sementara itu beralih pada Rania dan ibunya.


" Rania, ayo nduk kita pulang, nanti badan kamu kebasahan, ibu juga sudah mulai kedinginan" ajak Bu Retno pada putrinya, karena dia melihat hujan turun semakin deras dan awan mendung menggelayut di angkasa.


Rania akhirnya dengan berat hati berdiri dan mengikuti kemauan sang ibu, perempuan malang yang baru saja kehilangan suami untuk yang ketiga kalinya itu berjalan dengan langkah gontai.


Mereka berdua meninggalkan area pemakaman.


Sesampainya di rumah, Rania segera bergegas ke dapur hendak membuat pisang goreng dan tahu isi untuk dibawa ke rumah ibunya Elang, karena nanti malam diadakan acara tahlilan hari pertama.


" Oh ternyata tepung terigunya sudah habis, aku ke warung di seberang jalan dulu sebentar mau belanja bahan yang kurang" gumamnya


Rania berjalan ke kamar dan mengambil dompet kecil yang warnanya sudah kusam lalu membukanya.


"Uangku hanya tinggal dua ratus ribu lagi, ini adalah upah jadi buruh cuci setrika minggu kemarin"


Rania melamun sejurus lamanya, wanita cantik itu menempatkan tubuhnya diatas ranjang kecil yang sudah tak layak pakai.


" Ya Allah, cobaan tak hentinya padaku, baru saja kebahagiaan akan kurasa karena pinangan mas Elang, Ijab kabul pun sudah rampung dengan lancar, hanya tinggal berlanjut dengan acara pesta pernikahan yang sudah kita rencanakan"


" Tapi takdir berkata lain dan sekarang kita tak dapat lagi bersatu didunia ini untuk selamanya..,semoga engkau sudah tenang di alam sana" isaknya pilu.


Bulir air mata kembali menggenangi wajah cantiknya.


" Andai saja tadi kau tidak memaksakan pergi mungkin saja tragedi itu takkan pernah terjadi, dan malam ini adalah waktunya bagi kita untuk memadu kasih" gumam Rania lirih dan tatap getir.


Dia kembali membayangkan peristiwa yang mengakibatkan terenggutnya nyawa pria yang baru saja menikahinya beberapa jam yang lalu.


" Aku tidak boleh terlalu berlarut-larut dalam kesedihan, sebaiknya segera membuat camilan untuk kubawa ke acara tahlilan nanti"


Rania bangkit berdiri lantas berganti pakaian dan memakai kerudungnya, sebelum pergi dia melihat ibunya dikamar.


" Bu..Rania mau ke warung dulu mau beli bahan buat bikin gorengan"


" Iya nduk..yang sabar ya, ini semua sudah suratan takdir" ucap Retno lirih sambil terbaring letih di pembaringannya, kakinya terasa sakit mungkin akibat tekanan darahnya naik lagi.


" Rania sudah ikhlaskan semuanya kok Bu, hanya saja terkadang hati ingin bertanya kepada yang Maha Kuasa, apa salahku hingga harus berulang kali menerima kejadian seperti ini"

Lihat selengkapnya