Takdir Cinta Rania

LadyRose
Chapter #2

Chapter tanpa judul #2

Suasana di rumah Sriana agak gaduh untuk sesaat, lalu terdengar suara berat Burhan sang kepala desa angkat bicara menengahi kasak kusuk yang sedang terjadi.


" Saya pun sudah lama memikirkan soal Rania, karena perempuan ini cukup meresahkan terutama bagi kaum lelaki yang acap kali berdatangan ke rumahnya"


" Saya curiga bila dia memiliki profesi lain daripada hanya sekedar buruh cuci setrika dan berjualan gorengan" tandas lelaki berkumis itu mencoba menghasut sambil menyeringai lebar, padahal sebenarnya dialah yang sering mengintai Rania di tengah malam di saat keadaan sepi dan berusaha mendekatinya, tapi tak pernah berhasil.


" Kalau begitu kami semua sepakat agar pak Burhan yang bicara pada Rania dan suruh dia secepatnya pergi dari kampung kita ini" timpal Huda ayahanda Elang.


" Baiklah kalau begitu persoalannya sudah selesai, besok pagi saya akan menemui Rania dirumahnya dan memberitahuksn perkara ini" pungkas Burhan sang kepala desa.


Tak lama kemudian semua warga pulang dari kediaman Huda, karena acara tahlilan sudah selesai dan hari sudah menjelang malam.


Hari sudah larut dan sudah lewat dini hari,  di kamarnya Rania sedang bersujud dalam doa sepertiga malam,


" Ya Allah mohon kesabaran dan kekuatan pada diri hambaMu ini dalam menerima semua cobaan"


Rania bangkit dari sujud dan membuka kain mukena yang membalut tubuh letihnya, setelah itu dia membaringkan badannya seraya mengingat kejadian tadi sewaktu di rumah Elang.


Walaupun sudah menambah stok kesabaran tetapi ucapan sang mantan mertua yang menyebutnya sebagai 'pembawa sial' tetap terngiang di telinga dan pikiran gadis cantik itu.


Rania memutuskan untuk tidak memberitahu pada ibunya tentang kejadian itu.


Keesokan harinya


Rania sudah bangun dari sebelum adzan subuh, setelah selesai shalat lalu dia ke dapur untuk memasak nasi dan menyiapkan air panas, lantas menuju kamar bundanya untuk memeriksa keadaan wanita paruh baya itu.


CEKLEKK


" Bu.."


" Iya Rania..ibu sudah bangun nak" tutur Retno pelan.


" Kamu hari ini ke rumah Bu Mirna untuk cuci setrika sekalian bantu beres-beres dirumahnya..?" sang ibu bertanya lembut.


" Hmm..iya Bu, nanti kalau sudah selesai masak, Rania akan pergi ke sana,  Alhamdulillah Rania masih bisa mendapatkan uang dari pekerjaan itu" jawabnya


Retno menatap anak gadisnya lekat, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.


"Kemarin malam, bagaimana suasana tahlilan di rumah Sriana?"


Rania terhenyak sesaat, lalu dengan terbata menjawab.


" Hmm.. i-iya Nia datang dan mengikuti acara sampai selesai"


"Syukurlah kalau begitu Nak, iya sudah sekarang ibu mau bantu kamu masak"


" Jangan Bu, ngga usah Nia bisa sendiri kok"


" Ibu lebih baik banyak istirahat saja supaya tekanan darahnya kembali normal dan kaki ibu tidak sakit lagi"


Rania kemudian menyiapkan bahan untuk masak didapur, dia hanya akan membuat menu sederhana yaitu balado telur dan tahu bumbu kecap.


Tentu saja hanya dengan mengandalkan pekerjaannya yang diupah sebesar 150 ribu setiap minggu, Rania harus pintar menghemat pengeluaran sehari-hari.


Apalagi ibunya seringkali sakit-sakitan dan membutuhkan biaya berobat.


Apalah daya bagi Rania yang hanya selesai mengenyam bangku SMA, itupun sekolah pemerintah yang gratis dan tak perlu membayar.


Padahal wanita cantik itu memiliki cita-cita sebagai desainer pakaian wanita tapi manalah mungkin bisa meneruskan kuliah, karena terkendala biaya.


Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, Rania kemudian berganti pakaian panjang dan kerudung untuk menutupi rambut panjangnya yang berwarna hitam berkilau indah.


***


TOK.. TOK.. TOK


Terdengar suara pintu diketuk dengan suara ketukan yang cukup nyaring.


" Iya tunggu sebentar"


Lihat selengkapnya