Takdir Tanah Mangir

Ferry Herlambang
Chapter #1

Dari Kebo Wanabrang, Untukmu yang Membaca Kisah Ini

Untukmu–siapapun juga dirimu–yang membaca kisah ini,

Aku berada di ujung umur ketika menceritakan kisah ini, terbaring sepanjang hari di atas ranjang. Tak banyak yang tersisa dariku selain ingatan yang tajam dan omongan yang sering kali melantur.

Kamar tidurku besar–sangat besar–hadiah dari kesultanan Mataram. Saking besarnya ruangan ini, aku merasa kesepian saat sendiri. Meja, kursi-kursi dan deretan lemari diatur entah oleh siapa, telah ada sejak aku pindah kemari. Ruangan besar yang aku tempati seperti membenciku, menghilangkan kesenangan dan membuatku merasa kesepian.

Pagi ini seperti biasanya, selimut tebal menutupi tubuhku, dari ujung kaki sampai dada. Satu-satunya kesenangan ketika aku berada di baliknya; hangat, sendiri tapi terasa damai. Ketika mulai bosan–biasanya menjelang tengah siang–aku mulai menarik ujung selimut dengan jempol kakiku, membuatnya melorot sampai ke perut.

Pembantuku akan datang, aku tahu dia mengawasiku diam-diam. Berulangkali dia membetulkan posisi selimutku, berulangkali pula aku mengubahnya dengan sengaja. Dia akan datang lagi dan membetulkannya. Aku tak pernah merasa salah dengan urusan selimut, hanya sengaja membuat pembantu datang membantu. Aku butuh teman bicara.

Pembantuku–perempuan tua yang kesabarannya entah datang dari mana–selalu tersenyum dengan wajah sumringah sejak datang di hari pertama. Kebayanya tersusun rapi, sanggulnya tertata tanpa cela dan harumnya seperti taman bunga. Semula aku mengira dia priyayi putri yang salah masuk ke kamarku. Aku sungguh-sungguh menghormatinya, dan tetap menjaga prasangkaku kalau dia seorang priyayi putri, dengan begitu aku memperlakukan dia layaknya seorang putri dengan kehormatan yang melekat padanya.

Lihat selengkapnya