Takdir Tanah Mangir

Ferry Herlambang
Chapter #3

Bab 2: Rencana-Rencana

“Apa yang lebih ampuh dari senjata? Selain bujuk rayu dan kata-kata?”


Pertengahan bulan Jawa, rembulan bulat besar seperti menggantung di angkasa menjadi penerang bagi Kotagede, ibu kota Mataram. Pucuk-pucuk pohon, atap pendopo, tanah lapang dan jalanan berubah warna menjadi kuning keemasan.

Pada puncak purnama, alun-alun Kotagede menjadi lebih ramai dari biasanya. Keramaian telah datang sejak sore berupa lapak-lapak pedagang dan jerit bocah-bocah yang paham pada datangnya kesenangan. Sesaat sebelum gelap, ublik dan dimar dinyalakan, cahayanya menarik kedatangan banyak orang.

Di bagian tengah taman istana, keramaian tak mampu menembus tebalnya dinding istana. Panembahan Senopati berdiri berhadapan dengan Ki Juru Mertani. Pertemuan keduanya di tempat ini menandakan adanya rahasia yang sedang dibicarakan.

“Mangir menjadi debu di mataku,” suara berat Panembahan Senopati membuka omongan, “tanah perdikan itu kecil tapi menjadi klilip[1] yang menyakitkan.”

Ki Juru Mertani memahami kegelisahan Panembahan. Pikiran mereka berjalan serupa untuk beberapa urusan, tetapi sebagai orang tua yang telah merasakan asam garam pengalaman, Ki Juru Mertani memiliki kesabaran dan pengetahuan yang lebih sempurna, selalu berhitung dengan banyak kemungkinan, untung dan rugi dari setiap tindakan.

“Mataram memang jauh lebih kuat dari Mangir yang hanya tanah perdikan, tapi Gusti harus ingat, bukan hanya Mangir yang masih enggan bergabung di bawah panji Mataram, “sambung Ki Juru Mertani, berhenti sejenak sebelum melanjutkan, “masih banyak kadipaten dan tanah perdikan yang setengah hati bergabung dengan kita. Adipati yang menghadap Mataram sebagiannya bermuka dua. Saat ini, cara kasar dan penaklukan pada perdikan Mangir bukan pilihan utama.”

Panembahan Senopati masih ingat pada gonjang-ganjing Surabaya yang telah menguras sumber daya Mataram. Ratusan prajurit dan hasil bumi menjadi tumbal yang sia-sia. Untuk saat ini, Mataram tak membutuhkan korban lagi. Siasat lebih masuk akal daripada jalan kekerasan.

Sedikit saja salah bersikap pada Mangir akan menggerus kekuatan dan sumber daya Mataram. Saat itu terjadi, petaka yang lain bisa datang menimpa dalam bentuk pemberontakan tanah-tanah taklukan.

Panembahan tak menampik pikiran Ki Juru Mertani. Kehebatan Ki Juru Mertani telah teruji, bahkan setelah kematian Ki Ageng Pemanahan–ayahanda Panembahan–kebijaksanaan dan kesabarannya mendampingi Panembahan Senopati menjadikan Mataram semakin berkembang seperti sekarang ini.

“Aku tahu besarnya resiko yang harus kita pikul jika menyerang Mangir …,” sambung Panembahan Senopati, “dengan kekuatan besar kita akan menang. Tapi harga yang harus keluar akan mahal.”

“Mangir dengan semua kemakmuran dan kehebatan Ki Mangir Wonoboyo menjadi tanah yang harus dipertimbangkan dengan hati-hati, Gusti. Jika kita bisa mengajaknya bergabung tanpa kekerasan. Kekuatan Mangir bisa memprkuat Mataram kelak.”

“Wonoboyo terlalu keras hati untuk diajak bicara, pembicaraan hanya akan membuang waktu saja,” desah Panembahan Senopati, “mustahil menjadikannya sekutu setia.”

“Aku tahu sifat keras hati Wonoboyo. Berilah waktu sebentar, aku akan mencari celah dan cara untuk mendekat,” lanjut Ki Juru Mertani, “saat ini Mataram pantang menambah lawan.”

“Mangir terlalu berharga untuk dihancurkan, Kanjeng Gusti,” lanjut Ki Juru Mertani mengingatkan, “bukan batu permata atau tumpukan hasil alamnya, tetapi orang-orang Mangir bisa menjadi sangat berguna bagi Mataram nanti.”

Senopati mencerna ucapan pamannya, ada kebenaran di sana. Senopati membiarkan pamannya melanjutkan omongan, ”Teruskan, Ki.”

“Biarkan aku membuat rencana,” lanjut Ki Juru Mertani, “demi kebaikan Mataram.”

“Aku tak pernah meragukanmu. Buatlah rencana, tetapi sebelum lima purnama, Mangir harus sudah tunduk pada Mataram,” sahut Panembahan tanpa ragu.

“Aku paham, sebelum lima purnama urusan ini akan selesai,” janji Ki Juru Mertani, “Aku mohon pamit, urusan ini harus segera dimulai.”

Ki Juru Mertani tak ingin berlama-lama di istana, ada rencana yang tiba-tiba terlintas di kepalanya.

 

ooOOoo

Lihat selengkapnya