Adiba merebut keranjang belanjaan dari tangan Bi Izah. Bi Izah adalah pembantu yang bekerja di rumah Adiba.
"Biar Diba aja yang belanja ke pasar, Bi. Soalnya ada yang mau Diba beli disana" ujar Diba tersenyum.
"Jangan Non Diba, gimana kalau Nyonya nanti marah sama saya, kalau Non Diba yang ke pasar" ujar Bi Izah cemas.
"Udah Bi, gak usah cemas. Nanti Diba yang bilang sama Mamah, kalau Diba sendiri yang pengen. Mana Bi, daftar belanjaannya"
Dengan berat hati Bi Izah menyerahkan selembar kertas berisi daftar belanjaan.
"Hati-hati ya, Non"
"Iya Bi. Diba pergi dulu. Assalamu'alaikum" ucap Adiba semangat, ia keluar rumah segera sebelum ada yang melarangnya.
Sesampainya di pasar, Adiba mulai berbelanja apa saja yang ada di daftar belanjaan. Sebenarnya, tujuan utama ia ingin ke pasar adalah bertemu Arhan. Sebab itu Adiba sekarang berjalan ke tempat dimana Arhan mengangkut barang ke motor. Adiba tersenyum sambil memandang Arhan. Tak lama pria itu melihat ke arahnya juga. Karena tak ada lagi yang perlu di angkut, Arhan mendekati Adiba.
"Hai. Baru habis belanja ya" sapa Arhan.
"Iya, Han. Eh, kamu mau roti gak. Tadi aku beli banyak buat camilan di rumah"
"Gak usah. Simpan aja"
"Gak papa, buat sarapan" Adiba membuka roti itu, lalu mengarahkannya ke mulut Arhan. Meski sedikit ragu, Arhan mengambil alih roti itu.
"Terimakasih" ucapnya, Adiba mengangguk.
"Oh iya, Han. Aku boleh ya ke rumah kamu lagi? Nanti sore pengen kesana, sekalian mau ajarin Aila dan Afdi lagi. Dirumah aku juga banyak buku dongeng, nanti aku bawain"
"Kamu kalau mau ke rumah, ya ke rumah aja. Gak perlu repot bawa ini-itu. Saya jadi tidak enak"
"Ya gak papa. Itu kemauan aku, masa kamu marah!" omel Adiba, tapi hanya bercanda.
"Bukan. Cuma gak enak aja gitu" ralat Arhan sambil terkekeh.
Tanpa mereka sadari, Mita ternyata mengawasi mereka berdua. Ia juga berhasil mengambil potret kebersamaan mereka. Usai itu, Mita pergi dari sana.
***
Mita memperlihatkan foto yang berhasil ia dapatkan pada Ibunya. Susan terlihat marah usai melihat Adiba tertawa lepas bersama Arhan di bawah pohon.
"Ini beneran Kakakmu, Mita? Dari mana kamu dapat foto ini?" tanya Susan dengan tak sabaran.
"Iya, Mah. Ini Kak Adiba, Mita sebenarnya sudah curiga waktu Kak Adiba pengen ke pasar dan melarang Bi Izah yang pergi kesana. Jadi Mita ikutin Kak Adiba, eh malah pemandangan seperti ini yang Mita dapatkan" pungkas Mita.
"Ini gak bisa dibiarin. Lelaki ini kotor dan dekil. Masa Kakak kamu mau berteman sama dia"
"Dia ini si penjual keripik singkong waktu itu yang Mita ceritakan. Mita pikir, Kak Adiba suka sama dia. Mita jelas gak terimalah Kak Adiba sama dia. Apalagi dia cuma buruh angkut di pasar. Gak banget kan, Mah?"
"Kakak kamu benar-benar gak bisa dibiarin kayak gini. Bisa hacur masadepan dia kalau suka sama cowok miskin ini. Kakakmu wanita berpendidikan. Pokoknya Mamah akan larang keras Kakakmu dekat dengan cowok ini" tegas Susan.
"Mamah tenang aja. Mita bakal awasin terus Kak Adiba. Yang salah sebenarnya bukan Kak Adiba juga, tapi cowok itu. Seandainya cowok itu gak mau di dekati Kak Adiba, mungkin Kak Adiba bakal berhenti ingin berteman dengannya. Jadi yang harus Mamah tekan itu bukan Kak Adiba, tapi cowok dekil itu"
Susan mengangguk setuju dengan usulan Mita.