Takdir yang Tak Pernah Kusepakati

Shinta Puspita Sari
Chapter #6

Chapter #6

Pukul sepuluh malam, aku masih berdiri hilir mudik di pelataran rumah. Sesekali kulayangkan pandanganku ke arah luar. Sebentar kugosok telapak tanganku sampai menghangat lalu menangkup badanku sendiri.

Gerimis sore tadi nyatanya cukup membuatku merasa kedinginan. Aku merogoh ponsel yang kusimpan di saku celana. Jemariku dengan cepat menggulir kontak pada ponsel. Memindai nama demi nama yang mungkin saja bisa kutanyai keberadaan Rama. Ah! Seingatku aku tak pernah menanyakan nomor teman Rama. Seperti yang sudah kuduga. Sial! aku benar-benar tak pernah menyimpan satu nomorpun teman Rama. Aku menggerutu kesal. Merutuki diri sendiri.

Sedari dulu, aku memang tidak pernah membatasi Rama dalam hal apapun. Termasuk bersikap posesif, memeriksa ponselnya atau meminta nomor telepon teman-temannya. Kupikir untuk apa mengetahui banyak hal dari ponsel Rama. Kalau pada akhirnya yang kudapati hanya sebuah kekecewaan.

Pernah dulu, aku tak sengaja mendapati pesan singkat Rama dengan seorang wanita yang kuyakini Rama mengenalnya dari media sosial miliknya. Pernah juga kudapati sebuah gambar kos. Katanya, “Aku sudah sampai.” Entah. Apa yang ada dipikiranku saat itu. Yang jelas, seluruh isi kepalaku dipenuhi dengan banyak prasangka buruk.

Jangan, jangan Rama… Ah!

Aku menangis sejadi-jadinya karena nyeri dibagian ulu hati yang Rama buat, nyatanya dengan cepat menjalari seluruh hatiku. Membakar habis seluruh jiwa ragaku. Sejak saat itu pula, aku sungguh tak ingin lagi peduli dengan isi ponsel Rama. Sejak saat itu kujejali otakku dengan prasangka yang baik. Kudoktrin otakku kalau ponsel adalah benda pribadi. Selagi di depan mataku Rama masih bersikap baik, PERSETAN denga isi ponselnya.

Tak mau otakku kembali diperdaya, aku segera bangkit dan melirik jam yang tergantung di dinding rumahku yang berwarna krem. “Ya Tuhan, jam berapa ini?”

Lihat selengkapnya