Takdir yang Tak Pernah Kusepakati

Shinta Puspita Sari
Chapter #9

Chapter #9

Ruangan itu terasa hampa setelah dokter Anggia memberikan penjelasan. Aku memandang dokter Anggia dengan penuh kekosongan. Mencoba menafsirkan apa yang mungkin terjadi setelah aku mengetahui sebuah kebenaran.

“Sinta,” sapa dokter Anggia menyadarkanku dari lamunan.

“Ini resep untuk Rama. Bisa kamu tebus di apotek. Bulan depan ajak Rama kontrol ke rumah sakit.”

Aku mengangguk, meskipun hatiku masih terasa sesak karena ombak yang bergulung-gulung tiba-tiba mendesak dada.

“Jangan lupa, ingatkan Rama untuk meminum obatnya secara teratur,” imbuhnya sembari bergegas hendak pergi.

Bersamaan dengan itu, suara langkah Gaza terdengar mendekat. Tangannya membawa gelas berisi kopi dingin. “Bun, kopinya.” Gaza menyodorkan gelas itu.

Aku mengulur tangan sambil menarik bibir ke atas. “Terima kasih, sayang,” ucapku setelah menghirup sedikit kopi dingin itu kemudian menyimpannya di atas meja.

“Aku permisi dulu Sinta.” Dokter Anggia bangkit, tak lama setelah ia memasukkan buku saku yang berisi catatan pasien ke dalam Coach-nya. Buku itu tebal dan bersampul kulit yang terbuat dari kulit sapi berwarna kecokelatan. Buku yang berisi data penting riwayat pasien selama kurang lebih lima tahun ia menjadi psikiater.

Lihat selengkapnya