Takdirku Berada di 7780 KM

Ainun Fadhilah
Chapter #2

Bab #2 Panggilan Presiden

"Dia yang mampu menguasai orang lain memang kuat. Tapi dia yang mampu menguasai dirinya sendiri itulah yang lebih dahsyat"

~~~ooOoo~~~

MEREKA berbincang sampai larut malam. Sampai akhirnya mereka sama-sama kembali kekamar hotel masing-masing. Fadhilah langsung menukar pakaiannya dengan piama yang telah ia siapkan, setelah itu ia pergi ke kamar mandi untuk membersihkan mukanya dari make-up dan tidak lupa ia menggosok giginya. Fadhilah langsung merebahkan tubuhnya setelah ia melaksanakan seluruh ritual yang biasa ia lakukan sebelum tidur.

Lambat laun Fadhilah memejamkan matanya. Ketika ia mulai memasuki alam bawah sadarnya, tiba-tiba satu suara membangunkannya. Fadhilah mengambil handphone-nya yang berdering. Tercatat di layar handphone-nya sebuah nama yang saat ini sangat di hormati oleh masyarakat Indonesia.

"Assalamualaikum Pak" ucap Fadhilah dengan perasaan gugup, tak percaya, senang, terngiang-ngiang semuanya bercampur aduk seperti es dawet yang enak dinikmati saat matahari menggerahkan suasana kehidupan.

Ini pertama kalinya ia mendapat panggilan dari kepala negara, selama ini jika ada tugas untuknya dari presiden, pasti akan di sampaikan melalui perusahaan tempat ia bekerja.

"Waalaikumsalam. Maaf mengganggu waktu liburanmu Fadhilah, saat ini aku sedang membutuhkan bantuan mu" ujar presiden to the point.

"Saya merasa terhormat jika saya dapat membantu Bapak. Apa yang harus saya lakukan?" tanya Fadhilah sembari menunggu jawaban yang membuatnya penasaran.

"Bisakah kamu pulang besok, setiba di indonesia aku akan menceritakan semuanya padamu"ucap presiden membuat Fadhilah semakin penasaraan,Fadhilah merasa ada sesuatu yang penting sehingga presiden itu sangat membutuhkannya.

"Besok saya akan pulang pak"ucap Fadhilah.Berselang lima menit perbincangan dengan presiden pun berakhir.Membuat Fadhilah bangkit dari tempat tidur dan mulai merapikan pakaiannya ke dalam koper, setelah semuanya selesai ia langsung membuka handphone-nya, memesan tiket pesawat untuk pulang ke Indonesia.

Rencananya yang ingin menghabiskan waktu bersama Ainsley harus di delay sementara, karena panggilan pekerjaan lebih penting. Pukul 7:00,masih sangat pagi. Fadhilah langsung bergegas meninggalkan kamarnya yang berada di lantai atas. Fadhilah sengaja memilih kamar itu agar bisa menikmati indahnya pemandangaan sekitar dari kamarnya saat menjelang pagi atau malam harinya. Sesampainya di lobby hotel, Fadhilah meninggalkan sepucuk surat yang berisi permintaan maaf dan sebuah nomor telphone untuk Ainsley pada salah satu Receptionist yang cantik nan elegant,senyuman lembut mereka membuat pengunjung merasa nyaman dan menawarkan sambutan terhangat bagi siapa saja yang masuk hotel. Penampilan mereka yang super duper keren, mengenakan setelan rapi, formal, seakan merekalah tokoh utama di dalam Film korea, sinetron- sinetron atau FTV yang selalu menenangkan bahagia. Berkomunikasi dengan baik membuat mereka orang pertama yang paling ramah di hotel, menawarkan bantuan sesuai kebutuhan tamu, membuat mereka seperti malaikat tak bersayap menunggu di depan pintu syurga. Gambar hotel pertama akan di bentuk oleh kerennya mereka. Fadilah berharap Ainsley bisa mengerti keadaannya.

Fadhilah segera menaiki taksi yang telah ia pesan saat panggilan pulang ke tanah air datang. Satu jam diperjalanan sampailah ia di bandara dan segera menuju ke pesawat. Pesawat yang berbadan besar yang di tumpanginya melaju dengan cepat meninggalkan negara itu. Sembari menunggu pesawat landing. Pramugari yang penuh sopan santun berlalu-lalang menawarkan kaviar,makanan serta anggur terbaik mereka. Alunan musik nan tenang dari benda kecil hasil otak manusia, mampu menghibur Fadhilah yang gagal liburan karena panggilan pekerjaan. menyenderkan kepala di tempat duduk sambil menikmati indahnya hamparan bumi dari ketinggian. Awan yang putih, membuat sekumpulan burung menari-nari riang. Ada yang bilang menatap langit sering kali sama seperti menatap diri sendiri. Kadang-kadang langit putih bisa kelihatan seperti lembaran kosong tanpa coretan,bercak,noda. Padahal sebenarnya tidak. Selalu ada langit di atas langit.

Dua mata yang berfungsi melihat, meredup perlahan-lanan sampai menutup bagian bola mata. Fadhilah tertidur dengan nyenyak di sepanjang perjalanan menuju tanah air. Maklumlah sesudah berbicara dengan presiden, Fadhilah langsung merapikan barang- barang, sehingga istirahatnya pun termakan oleh waktu. Beberapa jam kemudian, pramugari mengumandangkan pengumuman bahwa pesawat akan segera mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta setelah pesawat take off, Fadhilah terbangun dari tidurnya dan langsung bergegas keluar dari perut pesawat.

Walaupun selama dalam perjalanan ia sudah tidur, itu masih membuatnya tidak nyaman. Seluruh badannya terasa sangat pegal. Jadi Fadhilah memutuskan untuk menginap di hotel Orchardz dekat bandara, untuk sampai disana ia membutuhkan waktu sekitar delapan menitan dari bandara. Fadhilah sangat membutuhkan energi untuk menghadap pak presiden besok pagi, menunaikan tugas panggilan dari presiden. yang sampai sekarang masih membuat Fadhilah merasa penasaran, khawatir, takut, gelisah semuanya bercampur aduk dalam kepalanya.

Jam setengan tujuh pagi Fadhilah bangun dari tidurnya, langsung menuju kamar mandi untuk menyegarkan diri. Setelah selesai Fadhilah langsung mengambil pakaian dan bersiap-siap untuk menemui presiden negara. Dentuman suara kecil dari perutnya menandakan ia sedang kelaparan. Fadhilah sangat lapar, perutnya keroncongan karena semalam ia tak sempat mengisi perutnya karena faktor kelelahan, letih, semuanya menyatu dengan bersamaan. Setelah selesai bersiap-siap, Fadhilah langsung menghubungi sopirnya yang ada di rumah untuk menjemputnya.

"Pak bisa jemput saya?" ujar Fadhilah setelah sambungan telephone terjawab.

"Loh, Non, bukannya Non masih liburan?" tanya sopir heran, karena setahu sopir itu nyonya mudanya sedang berlibur.

"Ceritanya panjang pak. Bisakan Bapak jemput saya?"

"Oooohh baik Non, baik. Akan saya jemput. Non Fadhilah sekarang ada di mana?"

"Saya sekarang ada di hotel Orchardz. Tolong di percepat ya Pak saya sedang buru-buru sekarang" pinta Fadhilah.

"Baik Non. Saya akan berangkat sekarang"

Setelah itu sambungan telephone-nya terputus. Fadhilah mengecek kembali penampilannya, ia takut jika penampilannya tidak pantas untuk bertemu dengan Pak Presiden. Setelah selesai, Fadhilah langsung melangkahkan kakinya keluar kamar hotel. Ia akan menunggu sopirnya di lobby hotel saja. Selama menunggu, Fadhilah kerap teringat oleh masa lalu yang ingin ia lupakan. Terkadang ia benci dengan dirinya sendiri, kenapa ia tidak bisa melupakan kenangan itu? Kenangan yang selalu membelenggunya hingga ia terasa sangat sulit untuk menghirup udara segar. Kenangan yang selalu menghantuinya di kala ia menyapa alam bawah sadar. Kenangan yang sangat ia benci.

Lihat selengkapnya