Takdirku Berada di 7780 KM

Ainun Fadhilah
Chapter #4

Bab #4 Binsar & Anggi

Keluarga Binsar tiba di Pulau Bungin pada tahun 2001. Mereka memang bukan keturunan Suku Bajo, melainkan Pendatang dari Suku Batak. Indonesia terkenal akan keindahan alamnya, beribu-ribu Pulau membentang luas dari Sabang sampai Merauke. Pulau ini ada di Teluk Alas yang terletak di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Dari Sumbawa sekitar 70 km ke arah barat. Asal mula dari suku Bajo menghuni pulau ini adalah ketika permukiman pertama di sana di rintis oleh Palema Mayu, salah seorang dari enam orang anak Raja Selayar diabad 19, menurut cerita rakyat yang berkembang Palema Mayu datang ke Sumbawa sebelum meletusnya Gunung Tambora di daratan utama. Pada tahun 1812, saat itu Pulau Bungin yang berpasir putih ini masih kosong dan hanya ditumbuhi pohon bakau saja.Cikal bakal pulau ini, yang dulu hanya menggunakan Pulau ini yang semula di sebut Gusung untuk menjemur jala. Kemudian Gusung yang sering timbul tenggelam ditimbun dengan batu karang. Jadilah dataran yang sampai sekarang di sebut pulau Bungin. Pulau Bungin di juluki sebagai Pulau terpadat di Dunia tanpa garis pantai dan juga tanpa lahan hijau. Setiap tahunnya penduduk di pulau ini meningkat sehingga perluasan lahan permukiman juga berdampak pada lingkungan, walaupun padat perkampungan nelayan ini sejahtera dengan berisi penduduk yang ramah .Meskipun begitu tidak mengurungkan niat Binsar untuk tinggal disini. Binsar adalah seorang pelaut yang tangguh,kuat dan pekerja keras. Sejak tahun 1995, dia pernah bekerja di Kapal Pelni milik Negara. Nama kapalnya Bukit Siguntang yang beroperasi di lintasan tengah Indonesia seperti kawasan Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan hingga ke Flores dan Kupang NTT. Kapal Pelni KM Bukit Siguntang ini memiliki kapasitas hingga 1000 penumpang dalam sekali penyaberangan. Posisinya sebagai Juru Mudi.

Tiga tahun bekerja di Kapal Pelni, tahun 1998 sepucuk surat dari orang tuanya sedang di baca oleh Binsar dengan wajah sedikit di lema. Ia bingung antara akan mengikuti kemauan orang tuanya atau tidak, kegalauan menguasai otaknya. Binsar tak bisa berdamai dengan pikirannya, dia bimbang akan perintah orangtuanya.

Selembar kertas yang di tulis dengan jari jemari lebih berharga dari pada Red Diamond, surat kerinduan dari penyemangat hidup membuat Binsar merenung sejenak dengan memandangi ombak-ombak yang menari dengan indah. Surat yang mengabarkan bahwa orang tuanya berpesan agar Binsar segera pulang ke kampung halaman untuk mengurus ladang dan sawah, karena orang tuanya yang tak sanggup lagi bekerja , di bagian surat terakhir orang tua Binsar ingin anak semata wayang nya segera menikah sebelum kedua orang tuanya di hadapkan pada yang kuasa.

Setelah mendapat jawaban dari keraguan yang di rasakannya Binsar menggunakan shalat istikharah sebagai penentu pilihan nya . Binsar memutuskan untuk pulang ke kampung halaman nya demi orang tua dan dia juga telah mengundurkan diri dari pekerjaanya, awalnya atasannya kurang setuju karena kualitas pekerjaan Binsar yang lihai dan bagus. Tetapi Binsar tetap memilih untuk pulang ke kampungnya. Memang sudah saat nya dia harus mengabdi pada orang tuanya, mejadi seorang anak yang bertanggung jawab. Usianya waktu itu 27 tahun, masih bujangan. Binsar memutuskan pulang ke tanah kelahirannya. Dia memutuskan untuk berkeluarga, menyunting gadis minang yang bernama Anggi Shirin Ebadi Abqary yang ia temui dalam bus saat ingin pulang setahun silam ke kampung halamannya.

Saat itu mereka menjalin komunikasi melalui surat hingga dia yakin untuk menikahi gadis minang tersebut. Kemudian Binsar banting stir menjadi petani di lahan yang di wariskan orang tunya. Tapi Binsar tidak cakap bertani. Dia selalu teringat lautan, rindu dengan suasana kapal, gambaran tentang gemuruh ombak, kicauan burung camar, dan juga suara mesin kapal laut yang selalu terngiang di pikirannya. Empat bulan kemudian Binsar menjual lahannya untuk digunakan merantau ke pulau bungin untuk menghilangkan kesedihan yang melingkupi istrinya karena berselang beberapa bulan pernikahan mereka, musibah telah menimpa mereka, orang tua dari istrinya meninggal dunia. hal itulah yang membuat Binsar ingin mencari suasana baru. Dia tidak tertarik lagi bekerja membawa kapal yang mengangkut penumpang dan yang lebih penting nya ia tidak ingin menjadi petani lagi. Saat itu Binsar membawa kedua orang tuanya dan istrinya yang sedang hamil muda. Keluarga kecil yang bahagia. Binsar memutuskan untuk bekerja di kapal milik kepala kampung, yang sudah ia kenal baik sejak pertama kali mereka bertemu.

Fadhilah memperbaiki posisi duduknya, ia baru saja menceritakan Prolognya saja. "itu benar" kami memang bukan keturunan Suku Bajo atau Bugis seperti yang lainnya. Tahun 2001 kami tiba di Pulau Bungin ini"

Pak Presiden beserta keluarganya, orang tua Fadhilah dan keluarga Pak Oden menyimak cerita dengan tenang

"Bapak mau minum apa? saya sampai lupa menawarkan minuman" istri Pak Oden beranjak untuk membuat minuman.

"Tidak usah buk, saya tidak haus. biar Fadhilah lanjutkan saja ceritanya" Pak Presiden menolak ia tidak sabaran ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya.

***

Pagi kesekian kalinya di Pulau Bungin.

Kapal nelayan dengan bobot 30 gross ton itu merapat di dermaga.

Anggi berdiri di tepi dermaga, bersama ibu-ibu lainnya yang sama seperti Anggi menunggu kedatangan suaminya. sambil mengelus perutnya yang sedang besar-hamil sembilan bulan, wajahnya terlihat sangat bahagia dan cerah, mengalahkan cerahnya matahari pagi. Anggi menyunggingkan senyuman manisnya kepada suaminya yang sudah empat minggu melaut di laut lepas. Tampak lambaian tangan Binsar dari kapal. Sementara ABK yang lainnya sibuk menurunkan tali-temali.

"Bagaimana hasil tangkapan saat ini, Binsar?" tanya kepala kampung sambil melompat naik ke atas kapal.

"Bukan main Pak, tangkapan kali ini sungguh banyak. Hingga ruang penyimpanan ikannya saja tidak cukup. Bahkan ini belum semuanya. Separuh dari hasil tangkapan telah aku jual saat berlayar pulang di perairan Bali, Ada kapal nelayan lainnya yang memborong tangkapan ikan ku yang akan mereka jual di pasar dan rumah makan"

"Subhanallah,sungguh mengejutkan? Wah, itu berarti rezeki si jabang bayi yang akan segera lahir."

Lihat selengkapnya