Pukul sembilan malam. Binsar meminta istrinya membuat kopi. Beberapa menit kemudian Anggi membawa secangkir kopi hangat , meletakkannya di atas meja.
"Tunggu sebentar aku punya hadiah untukmu, Dek ." tersenyum
"Untukku? bukannya Abang telah memberiku hadiah tadi pagi." merasa bingung
"Hahaha, itu bukan hadiah dek, aku tadi hanya bercanda . aku membeli itu untuk mengisi kekosongan di dapur." ucap Binsar dengan tertawa
"Ini untukmu, Dek." mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celananya.
"Serius bang?" Anggi sedikit gemetar menerima kotak kecil yang dilapisi kertas beludru. Mereka sudah menikah dua tahun, suaminya belum pernah memberikan kejutan seperti ini.
"Bukalah."
Anggi mengangguk perlahan membuka kotak. Isinya seuntai kalung emas.
"Ini..... ini bagus sekali." ucap Anggi terbata-bata.
"Aku membelinya di pasar sumbawa besar tadi pagi."
"Tapi ini pasti mahal." Anggi menatap suaminya
"Jangan cemaskan itu, Dek. Aku mendapat uang cukup banyak saat menjual ikan di perairan bali. kami menjualnya dengan harga yang baik dan aku juga telah menggunakan uang tabunganku jadi jangan terlalu di pikirkan. Hadiah yang akan kamu berikanlah yang paling mahal sehingga aku tak bisa membayangkannya. Aku juga membeli beberapa daster, pakaianmu dan juga keperluan si kecil." dengan mengeluarkan banyak bungkusan dari dalam kardus.
"Eh, kamu menangis, Dek Anggi? Aduh, kenapa?"
Anggi menyeka pipinya yang telah basah akibat di terjang sungai kecil yang mengalir dari matanya, mengangguk," Aku menangis bahagia, Bang. Terimakasih banyak, aku beruntung memilikimu."
"Akulah yang paling beruntung."
Kehidupan mereka di Pulau bungin, meski tak terlihat hebat seperti saat Binsar memiliki pekerjaan bagus saat di kampung, atau saat Binsar memiliki banyak lahan dan sawah warisan orangtuanya. ini adalah momen terbaik keluarga kecil yang baru merantau itu. Penduduk pulau yang ramah dan bersahabat, kebutuhan selalu terpenuhi tak satupun kekurangan. semua terasa nyaman dan lancar. Hanya saja jika sudah musim badai datang, rasa cemas menyelinap menanti keluarga mereka yang sedang mencari sesuap di laut. Tapi mereka adalah pelaut sejati yang setiap tahunnya melahirkan pelaut-pelaut tangguh dan perkasa
suara kaki berderap menaiki tangga dengan cepat. ketukan pintu dari luar menandakan ada seorang yang datang
"Assalamualaikum." pria dari balik pintu mengucap salam sepertinya Ayah binsar mengenal jelas suara orang di balik pintu
"Waalaikumsalam." sambil membuka pintu
"Ambo Dalle, silahkan masuk."
Ambo Dalle segera masuk dan langsung duduk di kursi ruangan keluarga
"Binsar, kemarilah Ambo Dalle datang." suara panggilan ayahnya membuat Binsar keluar dari kamarnya, langsung duduk di kursi tepat di depan pak Ambo Dalle.
"Maaf telah mengganggumu Binsar." ucap pak Ambo Dalle
"Tidak Pak, justru kedatangan bapak kesini membuat saya terasa terhormat." tersenyum
"Jadi begini, kedatangan saya kesini ingin memberikanmu Hasil penjualan kemaren. kau tahu kemaren adalah rekor tercepat yang pernah saya alami, kotak ikan yang berjumlah puluhan habis dengan cepat dalam durasi setengah jam, Aku ingin datang kerumah mu kemaren untuk membagi jatahmu tapi aku melihatmu tengah sibuk jadi aku menundanya dan tadi pagi aku juga ingin kerumahmu.Tapi, saat di jalan aku melihatmu tengah sibuk membawa barang belanjaan jadi aku mengurungkan niat ku lagi, karena aku tahu kau sedang sibuk jadi aku tidak ingin mengganggumu. Aku putuskan malam ini untuk menemuimu." ucap pak Ambo Dalle
"Saya minta maaf pak, jika terlalu merepotkan."