TakdirNya Selalu Menang

Janet Pernando
Chapter #1

Si Tukang Melamun

Tepat setelah pelanggan terakhir itu pergi, kedai Abah Imam pun tutup. Irman menyusun kembali gelas, piring, stoples, dan sejenisnya. Ranu membersihkan bercak kopi, abu rokok, dan kotoran lainnya pada meja serta bangku. Intan menyapu lantai lalu memutarbalikkan papan “Buka” ke “Tutup” yang tergantung di pintu kaca kedai.

“SAMPAIKAN PADA PRESIDEN KALIAN! BAHWA KEDAI INI SUDAH TUTUP!” teriak Intan di luar kedai.

“Intan!” seru Ranu.

“Sarafnya terganggu kayaknya, Kang.” Irman membawa makanan dan minuman yang tersisa ke atas meja.

Mereka duduk bersama di satu meja untuk membahas perkembangan kedai ini, semacam rapat.

“Oke, penjualan minggu ini agak menurun, tapi masih dalam batas wajar, karena kebanyakan pelanggan kita pergi berlibur ke luar kota.” Intan memulai pembahasan.

“Tapi, Tan, setelah aku pikir-pikir, kita harus bikin rencana untuk mendapatkan pelanggan baru. Menurutku ada banyak orang yang di rumah saja selama libur, aku jadi punya ide untuk menyediakan jasa pesan-antar,” ucap Irman sambil mengunyah kentang goreng.

“Itu ide yang bagus, Man. Dan sekalian manfaatkan media sosial juga. Apalagi sosmed Ranu punya pengikut yang lumayan banyak.” Intan menambahkan.

“Gimana, Kang?” Irman menoleh ke arah Ranu yang sedang memandang ke luar jendela.

Melihat keadaan itu, Intan melancarkan keisengannya pada Ranu, ia mengambil handphone milik si Tukang Melamun itu dan menghubungi nomor Kantor Pajak. “Ran, ada telpon dari kantor pajak, itu, cepet angkat.” Intan menggoyangkan paha Ranu.

Ranu terkejut dan bangun dari tempat duduknya, “Iya, Pak. Eh... maaf, Bu. Ada apa, ya, Bu? Bukannya saya sudah membayar pajak?” Ranu terlihat sangat serius. “Saya?” lalu kemudian ia menghela nafas yang panjang, sangat panjang, lalu melirik ke arah Intan dan Irman, “Maaf, ya, Bu. sekali lagi saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Iya, selamat malam.” Ranu lalu duduk kembali dengan perlahan, “Oke, kamu atau kamu?”

“Aku, mah, mana berani, Kang.” Irman mengerling ke arah Intan.

Ranu menatap Intan, tapi Intan malah tersenyum.

“Maaf, Kang. Tadi, tuh, Aku dan Intan bahas tentang....” Belum selesai Irman bicara, mulutnya sudah ditangkap tangan Ranu.

“Kita lanjut di rumah aja, ya. Kasihan sama Putri, sendirian di rumah.” Ranu beranjak ke luar kedai, “Man, tolong bungkusin itu semua buat Putri.”

*****

Lihat selengkapnya