Intan selalu bangun pagi, bukan karena ia seorang wanita, melainkan ia hanya ingin mendahului matahari. Setelah merapihkan tempat tidur, ia minum satu gelas air. Lalu ia akan berjalan kaki selama tiga puluh menit. Setelahnya ia akan mandi, lalu sarapan dan kopi sudah pasti. Intan menyebutnya, “Ritual Pagi”. Sayangnya hari ini, ritualnya tertahan karena ia menemukan Ranu yang tertidur di meja makan ketika hendak ke dapur untuk segelas air.
“Ran, bangun! Kok kamu tidur di sini, sih? Ayo bangun!” Intan menyentil kuping Ranu.
“Hmm.. siapa yang tidur? Aku cuma nitip jidat di meja ini.”
“Kamu pulang jam berapa? Kok itu nasi gorengnya enggak dimakan?” tanya Intan yang sedang mengambil dua gelas.
“Lupa, jam dua kayaknya.” Ranu masih dalam posisinya.
“Kamu dari jam dua di sini? Di meja makan ini?” Intan menuangkan air ke dua gelas itu.
“Hmm..”
“Minum dulu nih,” ucap Intan. “Kamu kemana tadi malam? Dan kenapa kamu tiba-tiba pulang?”
Ranu membenarkan posisi duduknya. “Karena aku kangen kalian,” Ranu tertawa kemudian.
“Ehmm ..., kamu minum apa? Jangan bilang kalau kamu ....” Intan mencium aroma lain dari mulut Ranu.
“Sedikit.” Ranu menggapai gelas kemudian meminum airnya bagai unta yang baru kembali dari perjalanan panjang dan melelahkan. “Aku mau tidur dulu, ya. Kalian duluan saja ke kedai, tapi jangan bawa mobil. Aku mau ke makam.” Ia pergi ke kamarnya.
Beberapa menit kemudian, Irman berteriak dari dalam kamar. Seperti orang yang baru bangun dari mimpi buruknya. Lalu Irman bergegas keluar.
“Ada apa, Man?” suara Intan dari kamar mandi.
Irman tidak menjawab, ia pergi ke dapur untuk segelas air. “Udah gila kang Ranu,” ucapnya.
Intan keluar dari kamar mandi. “Ada apa, sih, Man?”
“Tadi, Aku udah bangun, tapi belum seratus persen. Aku denger ada yang membuka pintu dan ada orang yang naik ke kasur, waktu melek Kang Ranu sudah peluk dan cium jidatku,” ucapnya terengah-engah.