TakdirNya Selalu Menang

Janet Pernando
Chapter #8

Perubahan Besar

Setelah melakukan pemeriksaan di rumah sakit, Mereka mampir ke kedai. Mereka melingkar di salah satu meja untuk membahas sesuatu.

“Penjualan minggu ini turun drastis, dan bisa jadi menjadi paling buruk selama kedai ini ada.” Irman memulai.

“Aku yakin karena ini.” Sebuah koran dilemparkan ke atas meja. Intan membuka halaman yang dimaksud, “Ada sebuah ulasan dari seseorang tentang kedai, sebuah ulasan buruk. Kita disebut tidak profesional karena pengusiran malam itu.”

Putri yang ada di situ ikut menyimak ulasan tersebut, “Ditulis oleh Sophia.” Putri teringat, “Ini Sophia yang itu?!”

“Kamu kenal, Put?” tanya Intan.

“Kalau enggak salah, Sophia itu seorang food blogger yang terkenal dan punya banyak pengikut. Dan kalau ini benar dia orangnya, kedai ini dalam bahaya.”

“Itu, kan, cuma tulisan di koran.” Ranu berlalu ke dapur, ia sangat merindukan aroma kedai ini, yang selama satu minggu kemarin tergantikan dengan aroma danau, durian, dan bunga.

Putri mengeluarkan handphone dari saku celananya, lalu menunjukan foto seorang wanita, “Ini bukan orangnya?”

“Oh, iya, aku ingat. Orang ini yang pesan macha latte waktu itu,” ucap Irman.

“Astaga.” Putri tertunduk. “Aku pernah baca kalau ada restoran yang bangkrut gara-gara ulasan buruknya.”

“Kamu tau banyak tentang dia, Put?” tanya Intan

“Aku menulis cerpen untuk sebuah koran dan dia salah satu Redakturnya.”

“Jadi kedai ini? Ya Tuhan.” Irman tertunduk lesu.

“Ssst! Kita jangan berpikiran terlalu jauh,” ucap Intan. “Gini, aja. Kita jalanin aja seperti biasa, satu minggu ke depan, sambil cari bukti kalau memang ulasan itu penyebabnya.” Intan menambahkan.

“Aku juga mau bantu cari bukti-buktinya.”

“Terima kasih, ya, Put.” Intan memeluk erat Putri. Sebetulnya ada rasa khawatir di dalam dirinya, tetapi ia tidak mau tenggelam begitu saja, tanpa melakukan apa-apa.

*****

Hari demi hari terlewati, seperti kata Intan, mereka harus menunggu untuk memutuskan langkah yang tepat. Kedai sepi pengunjung, bahkan beberapa hari ke belakang, kedai tutup lebih awal. Mereka sampai memberikan promo-promo, seperti beli ini dapat itu atau gratis ongkos kirim pada layanan pesan-antar. Namun tidak ada perubahan yang berarti. Ditambah lagi, mereka harus mengganti stok bahan makanan dan minuman yang masih ada karena akan mencapai batas waktu pemakaiannya.

Pada rapat minggu ini, mereka menemukan bukti bahwa ulasan itu yang menyebabkan semua ini. Putri mendapati ulasan itu pada halaman blog Sophia, kolom komentarnya penuh dengan seruan untuk memboikot kedai Abah Imam. Intan sudah menanyakan kepada teman-temanya yang sudah tidak pernah ke kedai lagi, jawaban mereka hampir sama dan mengarah pada ulasan tersebut.

“Seharusnya tidak seperti ini,” ucap Ranu.

“Kata orang, ada banyak jalan menuju Roma.” Intan terduduk sambil melihat langit-langit kedai.

“Kayaknya ada batu besar yang menghalangi jalan, Tan, dan kita tidak sanggup untuk memindahkannya.”

“Barangkali kita harus kembali ke persimpangan dan memilih jalan lain,” ucap Irman yang duduk bersadar pada dinding kedai.

Lihat selengkapnya